"Kalau sekedar angkat tangan atau tunjuk, keinginannya akan terkabul dengan harapan anak tidak menangis, sehingga tidak memberinya kesempatan belajar dengan baik. Ini harus diperbaiki melalui bahasa tutur," ujarnya.
Fitri menambahkan, buruknya pembelajaran seringkali terjadi karena anak dipaksa menjadi bilingual atau belajar banyak bahasa sejak dini, dibandingkan fokus belajar satu bahasa saja untuk berkomunikasi.
Anak kemudian diharuskan belajar bahasa secara mandiri tanpa bantuan orang tuanya, sehingga berisiko membuat kesalahan kosa kata atau penerjemahan bahasa. Dia percaya bahwa anak-anak perlu dirangsang untuk berbicara pada tahap pengenalan, pemahaman, dan pengucapan.
“Setelah melalui tahap perkenalan, tidak bisa langsung menyuruh anak berbicara tanpa memahami apa yang dibicarakan,” ujarnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)