BANTENGAN merupakan seni tradisional warisan Kerajaan Singasari asal Malang. Kesenian ini awalnya dimainkan oleh grup pencak silat di masanya, tapi kini seni yang terukir di Candi Jago, warisan Raja Singasari Wisnuwardhana berkembang pesat.
Seniman bantengan Malang Takim Galogo Jati mengakui, perkembangan signifikan dari bantengan. Bahkan kini seni bantengan ini dimainkan di beberapa daerah di luar Malang, yang dahulunya menjadi wilayah Kerajaan Singasari.
"Bantengan dimainkan di Jawa saja, adanya di Jawa Timur saja, terutama yang di wilayah Singosari, di lereng Semeru, Arjuno Kawi, lereng kendeng. Wilayah Kerajaannya Singasari," tutur Takim Galogo Jati, ditemui MNC Portal di kediamannya di Desa Tulusbesar, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.
Menurutnya, pada pertunjukan bantengan itu ada ciri khas di masing-masing daerah yang berbeda-beda. Perbedaan itu mulai dari bentuk bantengan yang menyerupai barongsai, yang dimainkan dua orang hingga cara ritualnya.
"Saya mencontohkan di wilayah Batu itu tidak pakai keranjang atau rangka, kalau di sini (Malang) pakai beda, itu biar lebih kelihatan saja kalau pakai kerangka. Beda mungkin cara memainkan, cara ritualnya mungkin nggak sama. Karena itulah kita tetap berpedoman bahwa memegang kearifan lokal masing-masing daerah," katanya.
Pada proses ritualnya dikatakan Takim, sama halnya dengan kesenian tradisional jaranan yang memiliki unsur mistis. Di bantengan pun ada hal-hal mistis yang harus dilakukan untuk agar kesenian ini menarik.
"Syaratnya wiwiti (mengawali) ada permulaan buat itu pun ada ritualnya," ucap pria berusia 53 tahun ini.