Dengan detail Abah Hamid menjelaskan perihal pertemuannya dengan Mustafa dan menggambarkan kondisi tempat di mana ia dibawa yang begitu mirip kota metropolitan serba mewah.
Jalanan lebar, mobil mewah, gedung-gedung tinggi, dan rumah-rumah megah dengan pagar tinggi, semuanya bernuansa Islami. Warga desa yang mendengarkan kisah luar biasa Abah Hamid dengan takjub dan kebingungan.
Anehnya lagi, Abah Hamid bercerita ia hanya pergi untuk Salat Maghrib namun ternyata menurut cerita warga dan keluarganya, pria itu telah menghilang selama tujuh hari atau seminggu lamanya. Abah Hamid juga sempat menceritakan jika ciri khas penduduk kota yang didatanginya itu tidak memiliki lekuk di antara hidung dan bibir.
Sekira tiga bulan pascaperistiwa itu, Abah Hamid kembali dilaporkan menghilang dan pulang dengan membawa cerita bahwa ia telah menjadi guru ngaji di Kota Saranjana.
Peta Saranjana (Foto: Salomon Muller)
Warga desa di pinggir Pantai Oka-Oka memang pernah mengisahkan bahwa mereka sering mendengar alunan musik dan melihat cahaya warna-warni dari tengah laut, yang diyakini sebagai pesta Kerajaan Saranjana.
Pada suatu momen ketika warga desa sedang bersiap-siap menuju acara pernikahan, Abah Hamid sempat menceritakan keunikan buah-buahan di Saranjana yang tiga kali lipat lebih besar dari yang ada di alam nyata.
Ia juga menggambarkan pesta pernikahan di Saranjana, di mana buah anggur harus dipotong menjadi tiga bagian baru bisa dimakan bersama karena saking besarnya.
Sejak peristiwa itu, kehidupan Abah Hamid pun terbagi antara dunia nyata dan Saranjana. Meski jarang pulang, Abah Hamid tetap menafkahi istrinya dari upah sebagai guru ngaji di Kota Saranjana.
(Rizka Diputra)