USIA remaja memang dikenal sangat rapuh. Kondisi tersebut semakin diperkuat data yang dikutip dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (PUSIKNAS) Polri.
Sejak awal Januari hingga Juni 2023 terdapat 451 aksi bunuh diri di seluruh Indonesia. Kasus bunuh diri ini terus bertambah. Terbaru, kasus bunuh diri yang dilakukan salah satu mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Mall Paragon, Semarang, Jawa Tengah.
Ada banyak sekali penyebab seseorang bisa memilih mengakhir hidupnya. Salah sayunya yakni cobaan yang semakin terasa berat dan tidak dapat diselesaikan. Keadaan ini karena seseorang merasa rapuh dalam emosional dan memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Banyak sekali hal yang berkontribusi dalam kerapuhan emosional ini. Mengutip dari Medium, Sabtu (14/10/2023), ada lima penyebab yang membuat seseorang memiliki perasaan rapuh.
1. Mencoba memperbaiki emosi yang menyakitkan
Mencoba memperbaiki sesuatu yang menyakitkan hanya membuat Anda lebih rentan terhadap suatu masalah.
Misalnya, ketika otak Anda melihat mencoba untuk menyingkirkan atau melarikan diri dari sesuatu, dia mulai melihat hal itu sebagai ancaman dan ketika otak Anda berpikir sesuatu adalah ancaman, itu membuat Anda takut akan hal itu.
Jadi, ketika Anda biasanya menghindari atau mencoba untuk "memperbaiki" perasaan menyakitkan, Anda malah membuat otak Anda cemas karena emosi Anda. Hal ini membuatmu rapuh secara emosional.
Untuk itu, solusinya adalah belajar mendekati emosi Anda dan menerimanya. Karena ketika melakukan hal tersebut, maka otak Anda akan memahami bahwa emosi yang menyakitkan seperti kecemasan atau kesedihan terasa buruk itu bukan hal yang buruk. Keadaan tersebut pun tidak buruk untuk Anda rasakan.
2. Mengkritik diri sendiri karena merasa tidak enak
Sungguh ironi yang menyedihkan bahwa banyak orang yang paling baik dan paling penyayang sangat menghakimi dan kritis terhadap diri mereka sendiri. Ketika dalam suasana hati yang buruk, Anda mungkin akan mulai menilai diri sendiri lemah, egois, tidak rasional atau alasan buruk lainnya. Anda mengkritik diri sendiri, menilai diri sendiri, dan membandingkan diri sendiri. Perasaan ini tidak mudah untuk diatasi, hingga akhirnya mengalami kerapuhan emosi dalam jangka panjang.
Lain kali Anda menemukan diri Anda dalam suasana hati yang buruk, cobalah sedikit self-compassion sebelum Anda melompat ke self-judgment.
3. Tersesat dalam kekhawatiran
Kekhawatiran kronis membuat Anda rapuh secara emosional karena itu membunuh kepercayaan diri Anda. Contohnya, kala diri Anda mengkhawatirkan sesuatu yang bahkanbelum tentu terjadi. Kala Anda takut dengan masa depan.
Kekhawatiran melatih otak Anda untuk percaya bahwa ada hal-hal mengerikan yang terus-menerus datang. Bahkan kehadirannya lebih buruk lagi ketika Anda merasa tidak dapat menanganinya.
Jika Anda ingin menjadi lebih kuat secara emosional, luangkan waktu untuk merencanakan dan memecahkan masalah dengan bijaksana untuk ancaman realistis di masa depan. Tetapi di luar itu, tahan dorongan untuk mengikuti kekhawatiran Anda hingga menyebabkan dirinsendiri tidak produktif dan membunuh kepercayaan diri itu.
4. Tinggal di masa lalu
Tinggal di masa lalu adalah sisi lain dari mengkhawatirkan masa depan. Ketika Anda mengingat kesalahan yang diperbuat di masa lalu, hal itu terngiang-ngiang hingga melatih otak untuk memiliki pandangan yang salah dan membunuh kepercayaan diri tentang kemampuan Anda saat ini. Keadaan ini membuatmu rapuh secara emosional.
Alangkah baiknya kejadian di sama lalu itu direfleksikan sebagai suatu pembelajaran untuk menghadapi kemudian hari. Bukan dikenang untuk menyalahkan diri secara terus-menerus.
5. Menggunakan orang lain untuk merasa baik
Sudah menjadi sifat manusia untuk menginginkan kenyamanan dan dukungan dari orang lain ketika sedang kesal atau merasa tidak enak. Untuk sebagian besar, tidak ada yang salah dengan ini. Faktanya, itu adalah hal yang sangat baik untuk mengelilingi diri Anda dengan orang-orang yang mendukung.
Masalahnya adalah ketika Anda mengandalkan orang lain untuk merasa baik-baik saja. Jika Anda memiliki kebiasaan untuk terus-menerus mencari kepastian dan mengalihdayakan perasaan menyakitkan Anda kepada orang lain, Anda memberi tahu otak Anda bahwa Anda sendiri tidak mampu menangani perasaan sulit itu. Hal ini membuatmu rapuh secara emosional.
Pada akhirnya, perasaan Anda adalah tanggung jawab Anda dan bukan tanggung jawab orang lain. Orang yang kuat secara emosional dapat meminta bantuan dan dukungan sebagai bagian dari strategi yang lebih besar untuk mengatasi kesulitan emosional. Tetapi jika orang lain adalah seluruh strategi Anda untuk bekerja melalui masalah, Anda akan terjebak dalam pola kepercayaan diri yang rendah dan kerapuhan emosional.
(Endang Oktaviyanti)