Khalifah Umar pun bingung bagaimana cara membujuk Hafshah agar mau merelakan rumah itu demi perluasan Masjid Nabawi. Sudikah Hafshah binti Umar angkat kaki ke tempat lain dan meninggalkan rumah sederhana yang penuh kenangan indah bersama manusia paling mulia di dunia dan akhirat itu?
Singkat cerita, Sayyidina Umar bin Khattab menemui putrinya Hafshah untuk menyampaikan soal proyek tersebut. Bak petir di siang bolong, tangis Hafshah pun pecah setelah mendengar detail cerita ayahandanya.
Terang saja ia menolak meninggalkan rumahnya. Sang khalifah gagal meyakinkan putrinya. Setelah dua hari berlalu, Khalifah Umar kembali menemui sang putri tercinta. Namun, Hafshah tetap bersikukuh menolak rencana itu. Dirinya emoh meninggalkan tempat penuh kenangan indah bersama sang mulia baginda Rasul Shallallahu alaihi Wasallam.
Jendela Sayyidah Hafshah (Foto: MPI/Sucipto)
Di tengah kebingungan itu, para sahabat akhirnya mulai bermusyawarah mencari cara yang dapat melunakkan hati sang putri khalifah. Bayangkan saja, semua usulan atau opsi yang ditawarkan ditolak mentah-mentah oleh Hafshah.
Bahkan, Aisyah istri Nabi dan para tokoh sahabat yang ikut serta memberikan saran tak digubris oleh Hafshah. Ia tetap tak bergeming dengan keputusannya dan bersikukuh ingin tetap tinggal di kamar yang hanya berbatas tembok dengan makam Nabi itu.
Beberapa malam berlalu, datanglah Khalifah Umar beserta putranya Abdullah menemui Hafshah. Pada pertemuan kali ini hati Hafshah mulai melunak. Ia menerima usulan rencana perluasan Masjid Nabawi perihak rumahnya itu. Namun, Hafshah mengajukan syarat agar ia bisa menempati kamar saudaranya, Abdullah, yang berada persis di samping kamarnya.