Ritual Jamasan 1 Suro, Ketika Pusaka Keris Dimandikan

Muhammad Sukardi, Jurnalis
Kamis 20 Agustus 2020 16:05 WIB
Keris di Museum. (Foto: Okezone)
Share :

DI Tanah Jawa, masih banyak ritual-ritual yang dilakukan untuk para leluhur. Hal ini dilakukan sebagai wujud bakti pada orang-orang terdahulu.

Nah, di malam 1 Suro ini, salah satu ritual yang sering dilakukan adalah memandikan keris atau yang biasa disebut Jamasan. Jamasan sendiri memiliki makna yang cukup mendalam.

Dalam tradisi Jawa, di malam 1 Suro, pemilik keris akan 'memanjakan' barang pusaka tersebut. Beberapa percaya kalau keris yang dimandikan di malam 1 Suro akan membawa kebaikan, tentu seizin Tuhan Yang Maha Esa.

Ritual ini kerap dianggap sebagai upaya pemujaan. Padahal, menurut Penyuci Keris di Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Nasib Hadi Prayitno, memandikan keris adalah upaya memelihara kebudayaan.

"Orang-orang masih banyak salah persepsi mengenai memandikan keris di malam 1 Suro," paparnya pada Okezone saat ditemui langsung di ruang praktiknya di Museum Pusaka TMII.

Nasib melanjutkan, tidak ada salahnya untuk Anda yang memiliki keris untuk merawat barang pusaka tersebut, terlebih jika itu adalah kenang-kenangan dari kakek atau orangtua. Sebab, jika keris ditelantarkan begitu saja, itu akan membuat keris akan punah karena rusak tak terjaga kualitas barangnya.

Lantas, bagaimana tata cara memandikan keris ini? Hal pertama yang dilakukan Nasib adalah mengucap niat dan doa sebelum melakukan pekerjaannya itu. Dia sendiri mengaku tak ada mantra khusus yang digunakan di malam 1 Suro.

"Jadi, keris diangkat dan ditempatkan di tempat cuci. Setelah itu, gosokkan jeruk nipis ke semua bagian keris untuk memastikan tak ada lagi karat di sana. Setelah itu sikat dengan sabun cuci. Kalau sudah, masukkan kembali keris ke larutan air kelapa muda," papar Nasib.

"Saya mengucap doa seperti Bismillah, salawat, dan syahadat. Tidak ada pakai mantra-mantra khusus," ungkapnya.

Setelah itu, baru kemudian memastikan apakah masih ada karat atau tidak di keris. Jika masih, maka keris harus direndam di dalam wadah berisi air kelapa hijau muda dan kembang 7 rupa. Jika keris sudah dipastikan tak ada lagi karat, maka masuk ke tahapan selanjutnya yaitu menyucinya dengan jeruk nipis dan sabun cuci.

Proses selanjutnya ialah mencelupkan keris ke dalam cairan warangan. Cairan ini berwarna hitam yang terbuat dari perasan jeruk nipis dengan arsenik. Fungsi warangan sendiri menurut Nasib adalah agar pemor atau motif si keris bisa kembali muncul dan keris kembali berwarna hitam pekat. Cairan ini menjadi kunci dari proses jamasan secara keseluruhan.

Sebab, jika warangan tidak dalam kondisi baik, maka warna hitam yang sudah muncul di keris akan luntur setelah dibilas dengan air mengalir. Makanya, proses penyimpanan warangan sangat spesial. "Cairan itu nggak boleh sama sekali tercampur dengan cairan lain bahkan puntung rokok. Jika terjadi, nanti hasil penyucian keris akan gagal," tegasnya.

Di proses warangan juga keris direndam dalam waktu 5 hingga 15 menit. Ini bertujuan agar cairan warangan bekerja maksimal dalam membuat keris terlihat kembali seperti baru. Kalau ternyata keris masih menyisakan karat, biasanya hasil akhirnya tidak akan mulus dan ini yang menentukan kemahiran si penyuci keris.

Setelah proses itu, keris sudah terlihat seperti semula. Menariknya, Nasib meletakkan keris yang sudah dicuci bersih di atas kain putih kemudian ditaburi bunga 7 rupa. Di sisi pojok tempat meletakkan keris, disajikan teh dan kopi pahit. Tidak bisa dipungkiri juga, ruangan penyucian keris dipenuhi aroma menyan yang kuat yang dibakar di atas arang membara.

"Saya tidak menutup pintu untuk siapa pun yang mau belajar men-jamas. Malah, bagi saya itu adalah proses menyebarkan ilmu. Satu hal yang mau saya sampaikan, jangan takut pegang keris dan jangan selalu berpikiran keris itu ada isinya," tambahnya.

(Martin Bagya Kertiyasa)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Women lainnya