Malam itu, jauh di atas tenda-tenda kami, senter di kepala saya menerangi sepasang mata. Saya pun ketakutan, namun unta yang saya terangi hanya merasa bosan melihat bulu mata yang panjang; dia sudah pernah mengalami ini sebelumnya.
Tapi beberapa jam lalu, tak ada yang tak terkesan ketika tiga ibex atau kambing gunung muncul di tengah-tengah pendakian 750 anak tangga di Tangga Pengampunan yang menyiksa, yang pertama dilakukan pada abad 6 oleh seorang biarawan yang penuh dosa.
Kami mulai berjinjit dan berjalan lebih pelan, sedih ketika mereka kemudian pergi, tapi kemudian kami terhibur oleh puncak gunung, bayangannya yang menyerupai coklat Toblerone muncul di jalur panjang yang tadinya kami lewati.
Saat menuju Gunung Katerina, kami mengambil jalur kuno yang dilalui oleh orang-orang Byzantium, para peziarah awal di 'Biara Suci di Gunung Sinai yang Dilalui Tuhan', untuk menghormati Santa Katerina (biara itu disebut-sebut sebagai tempat Semak Duri Berapi, di mana Tuhan memperlihatkan dirinya pada Nabi Musa).
(Baca Juga: 4 Fenomena Alam Lain yang Juga Terjadi saat Gerhana Bulan Total 28 Juli 2018)
"Orang-orang bilang tidak ada tempat seperti ini di dunia," kata Mansour. Dan saat kami kembali berada di belakang unta-unta untuk berjalan melintasi lembah, kemudian naik dan berdempetan di puncak yang sempit, di tempat tertinggi di Mesir, memang terasa tak ada tempat seperti ini di dunia.
Makan malam terakhir kami bertempat di sebuah bangunan bata yang ditinggalkan, dengan atap besi yang setengah terbuka dan membuat kami bisa melihat bintang-bintang. Kami menikmati sup lentil yang hangat dan pasta sayuran dengan keju kuning.
Setelah mendengarkan sebuah kisah tentang orang suci di gunung tempat kami berada (para biarawan menemukan Santa Katerina setelah mimpi), salah satu anggota tur kami bertanya pada Mansour apakah dia punya mimpi. "Ya," katanya singkat. Tapi kemudian dia melanjutkan, "Untuk terus hidup di pegunungan, seperti sekarang ini." Dan tampaknya mimpinya itu akan jadi kenyataan.
Tiga minggu kemudian, pada awal Mei 2018, Jalur Pendakian Sinai diperluas dari 220 km menjadi 550 km, dengan lima suku Bedouin lain ikut bergabung dalam kerjasama pariwisata tersebut setelah para pendirinya melihat adanya peluang dalam memperluas jalur pendakian dan keuntungan yang bisa mereka terima, serta untuk memberikan cerita yang lebih lengkap akan pemandangan-pemandangan indah di Sinai.
Dengan menghidupkan kembali Persekutuan Towarah yang dulunya menyatukan suku-suku Sinai Selatan (dan menambahkan suku Tarabin, yang dulunya tidak tergabung dalam aliansi ini), maka rute perjalanan dan pendakian yang, menurut Hoffler, tidak dilalui selama satu abad — maka ada penguatan terhadap warisan suku Bedouin dan perubahan perspektif pengunjung akan kawasan tersebut. Dan perubahan pandangan itu sangatlah dibutuhkan.
Jalur pendakian kami menjadi yang terakhir dalam jalur asal Sinai; kini orang bisa menyeberangi seluruh semenanjung Sinai, dari Teluk Aqaba sampai Suez hanya dalam 42 hari.
Tur pendakian pertama dari rute baru tersebut, yang merupakan opsi paling memungkinkan untuk mereka yang melakukan perjalanan sendirian, rencananya akan dimulai pada 26 Oktober 2018.
Perjalanan itu akan membutuhkan waktu 24 hari (perjalanan lintas semenanjung pertama akan dilakukan pada 2019), dengan kemungkinan orang-orang bergabung di paruh perjalanan.
"Orang-orang terlihat berbeda saat mereka kembali dari gurun," kata Hoffler pada saya, dan gambaran romantis itu pun tertanam di kepala saya.
Sekarang, saya mendengar gema suara Mahmoud, "Untuk sebagian orang, Sinai itu seperti obat yang bisa mengatasi masalah Anda," katanya.
"Empat puluh dua hari di gurun bukan hal yang mudah," dan itu lebih lama daripada waktu yang dihabiskan Nabi Musa di gunung, "tapi saya kira sebagian orang membutuhkannya."
Buat saya, empat hari belum cukup. Lain kali, saya akan kembali untuk menjalani seluruh rutenya.
(Muhammad Saifullah )