Di tempat itu jugalah di mana Ben Hoffler bertemu dengan Mahmoud. Hoffler adalah seorang pemuda Inggris lulusan geografi yang bersemangat untuk menjelajahi kawasan itu, sementara Mahmoud adalah seorang pekerja kasar yang terbiasa di luar dan sering menjadi pemandu film dokumenter BBC selama berpuluh tahun, yang mengenal Sinai jauh lebih baik daripada siapapun. Tanpa mereka sadari, duo ini kemudian merintis Jalur Sinai. Saya sudah dua kali mendengar soal kisah pertemuan mereka pada 2008 itu.
"Suatu hari saya berada di puncak Gunung Musa menunggu matahari terbit," kata Mahmoud, menyebut nama lain Gunung Sinai. "Saya melihat seorang pria yang mengambil begitu banyak foto, dan saya merasa orang ini punya sesuatu, seperti sesuatu yang hilang, dan saya merasa dia bisa membantu."
Tapi sesuatu itu tidak hilang, melainkan ditemukan; setelah lulus dari Universitas Oxford, Hoffler bekerja selama setahun di Kairo dan kemudian melakukan pencarian, setelah tak merasa tertarik dengan jalur kehidupan yang tipikal, seperti rumah dan keluarga. Lalu datanglah pencerahan di Gunung Sinai.
"Begitu saya melihat matahari terbit, ada sesuatu yang tersadar," kata Hoffler. "Saya harus kembali ke Sinai dan naik ke gunung lain. Tapi setiap kali saya sampai di satu puncak gunung, saya melihat ada tiga puncak lain yang ingin saya daki."
Pemandu Hoffler pada hari itu tampaknya makan gaji buta, karena Mahmoud yang terus-menerus menyela untuk menjawab banyak pertanyaan Hoffler tentang kawasan di sekitarnya.
Mereka bertukar nomor kontak dan bertemu untuk saling berbincang dan berjalan-jalan setiap kali Hoffler datang dari Kairo. Saat Hoffler akhirnya pindah ke Santa Katarina, yang muncul di sekitar biara bersejarah itu, ikatan mereka pun semakin kuat.
Ketertarikan Hoffler pada pegunungan itu kemudian menjadi semakin mendalam dengan cara hidup suku Bedouin. Dia kemudian menghabiskan satu dekade melakukan pendakian sepanjang 10.000 km sepanjang semenanjung tersebut (dan hasilnya adalah sebuah buku berjudul "Sinai — The Trekking Guide"). Dan sepanjang perjalanan itu, Mahmoud berada di sisinya atau mencari jalur yang bisa memuluskan perjalanan.
"Saya tidak yakin kenapa Faraj membantu saya," kata Hoffler yang terlalu malu untuk bertanya. "Mungkin dia melihat ada kemiripan pada diri kami."