Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Rayakan 17 Agustus di Gunung? Waspada Hipotermia, Ini Cara Mengatasinya

Dimas Andhika Fikri , Jurnalis-Senin, 10 Agustus 2020 |17:20 WIB
Rayakan 17 Agustus di Gunung? Waspada Hipotermia, Ini Cara Mengatasinya
Naik gunung (Foto: Inst Gunung Indonesia)
A
A
A

Mendaki gunung memang bukan perkara yang mudah. Dibutuhkan persiapan fisik dan mental yang matang, agar proses pendakian berjalan lancar dan bisa kembali dalam kondisi sehat.

Untuk itu, setiap pendaki harus membekali diri dengan informasi yang komprehensif seputar medan pendakian, perlengkapan teknis, kondisi cuaca, hingga kemungkinan-kemungkinan terburuk seperti hipotermia yang kerap 'membunuh' pendaki gunung.

Penyakit ini memang menjadi momok menakutkan di kalangan pendaki gunung. Hal tersebut juga sempat diwanti-wanti oleh Rahman Mukhlis, selaku Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pendaki Gunung Indonesia (APGI).

 gunung

Bukan tanpa alasan, beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia memang sempat dihebohkan oleh kabar meninggalnya seorang pendaki bernama Andi Sulistiyawan (18), di jalur pendakian Gegerboyo Gunung Lawu, 6 Juli 2020.

Menurut penjelasan pihak berwajib, Andi dilaporkan sempat menghilang dan mengalami hipotermia sebelum jenazahnya ditemukan di tepi jurang.

Berkaca dari kasus tersebut, Rahman pun mengimbau agar para pendaki gunung selalu membekali dirinya dengan informasi-informasi seputar hipotermia, termasuk gejala dan tata cara penanganannya.

Terlebih menjelang momen Hari Kemerdekaan RI yang berlangsung pada 17 Agustus mendatang. Biasanya akan banyak pendaki yang merayakan momen spesial ini dengan menancapkan bendera merah putih di puncak gunung.

Nah, agar proses pendakian berlangsung aman, nyaman, serta Anda bisa kembali pulang dalam keadaan selamat dan sehat, berikut Okezone rangkumkan penjelasan seputar Hipotermia yang dipaparkan secara gamblang oleh Rahman.

Gejala hipotermia

Rahman mengatakan, hipotermia merupakan kondisi saat suhu tubuh menurun drastis hingga dibawah batas normal yakni, 35 derajat celcius. Hipotermia biasanya ditandai oleh munculnya beberapa gejala umum. Mulai dari menggigil, detak jantung yang cepat, pendaki mulai tidak fokus dan tidak bisa berkoordinasi, kemudian kulit tubuhnya tampak pucat.

"Biasanya mereka kalau diajak ngobrol sudah tidak nyambung. Dan sering terjatuh saat berjalan. Itu menandakan mereka sudah mengalami hipotermia tapi masih dalam tahap atau level yang rendah," kata Rahman, saat dihubungi Okezone via sambungan telefon, Senin (10/8/2020).

Lebih lanjut Rahman menjelaskan, di kalangan pendaki hipotermia biasanya disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan minuman yang bergizi, sehingga membuat tubuhnya menjadi cepat lelah.

Selain itu, hipotermia juga sering terjadi lantaran pakaian yang dikenakan pendaki basah atau tidak memadai. Ini sangat penting untuk diperhatikan, mengingat suhu atau cuaca di atas gunung terbilang ekstrem. Apalagi bila kondisi cuaca memang sedang tidak memungkinkan, seperti terjadi hujan lebat dan lain sebagainya.

 Baca juga: 4 Potret Terbaru Hana Hanifah Setelah Bebas dari Kasus Prostitusi

"Kalau sudah demikian, kita harus memberikan pertolongan yang sigap agar level hipotermianya tidak meningkat menjadi sedang dan berat. Kalau sudah berat, biasanya pendaki akan mengalami paradoksikal undressing dan halusinasi, seperti yang dialami Andi beberapa waktu lalu," kata Rahman.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement