JAKARTA - Perkembangan bioteknologi membuka jalan bagi pengobatan regeneratif, salah satunya lewat stem cell. Sel punca ini mampu memperbarui diri dan berubah menjadi berbagai jenis sel dalam tubuh. Kemampuan itu membuatnya dianggap berperan penting untuk memperbaiki jaringan yang rusak akibat penyakit atau cedera.
Selain selnya, perhatian peneliti juga tertuju pada secretome, yaitu kumpulan molekul bioaktif yang disekresikan oleh sel punca, termasuk protein, faktor pertumbuhan, dan vesikel ekstraseluler.
Secretome diyakini berperan besar dalam proses regenerasi jaringan melalui efek parakrin, yaitu komunikasi antar sel yang mendorong penyembuhan alami.
Salah satu bidang aplikasi yang paling banyak diteliti adalah penanganan penyakit degeneratif, yakni kondisi yang muncul karena penuaan atau kerusakan jaringan jangka panjang. Penyakit jantung, stroke, osteoartritis, hingga Alzheimer dan Parkinson termasuk di dalamnya.
Dalam kasus jantung, terapi stem cell Indonesia telah diuji untuk memperbaiki otot yang rusak pasca serangan jantung, dengan hasil awal yang menjanjikan.
Di bidang ortopedi, terapi stem cell dan secretome mulai digunakan untuk mempercepat pemulihan tulang serta sendi. Sementara di bidang saraf, penelitian masih terus berlangsung, namun sudah terlihat potensi untuk membantu pemulihan pasien stroke.
Meski hasil awal positif, para ahli menekankan perlunya uji klinis lebih luas untuk memastikan manfaat jangka panjang dan keamanan terapi ini.
Isu etika menjadi bagian penting dalam perkembangan terapi ini. Stem cell dari embrio memunculkan kontroversi moral dan agama, sehingga banyak riset kini beralih ke stem cell dewasa atau yang direkayasa ulang (induced pluripotent stem cell).
Di sisi lain, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan regulasi terkait terapi sel punca. Aturan ini mencakup standar laboratorium, prosedur uji klinis, serta sertifikasi rumah sakit yang berwenang.
Dalam Permenkes No. 32 Tahun 2018 dijelaskan bahwa terapi sel punca hanya boleh dilakukan di rumah sakit pendidikan atau fasilitas yang ditunjuk, dengan laboratorium berstandar khusus, dan harus melalui uji klinis yang diawasi Kemenkes. Kehadiran regulasi ini penting untuk melindungi pasien sekaligus mendorong penelitian dalam negeri.
Ke depan, peluang Indonesia cukup besar. Dengan tingginya angka penyakit degeneratif dan semakin panjang usia harapan hidup, kebutuhan terapi regeneratif akan semakin nyata. Dukungan dari lembaga riset, rumah sakit pendidikan, hingga industri kesehatan juga mulai terlihat.
Revolusi pengobatan regeneratif lewat stem cell dan secretome adalah langkah besar dalam dunia medis. Penelitian di Indonesia sudah membuktikan manfaat awalnya, meski riset lebih lanjut tetap dibutuhkan.
Dengan regulasi yang jelas dan dukungan ekosistem riset, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemain penting dalam era baru pengobatan regeneratif ini.
(Agustina Wulandari )