Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kenapa Gen Z Ogah Jadi Pegawai Kantoran?

Yoga Prabowo Pongdatu , Jurnalis-Minggu, 17 Agustus 2025 |12:05 WIB
Kenapa Gen Z Ogah Jadi Pegawai Kantoran?
Kenapa Gen Z Ogah Jadi Pegawai Kantoran? (Foto: Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Kenapa Gen Z ogah jadi pegawai kantoran? Fenomena Gen Z yang enggan bekerja di kantor secara penuh waktu atau memilih jalur karier non-tradisional semakin banyak. Di balik stigma yang menyebut mereka kurang inisiatif atau memiliki keterampilan komunikasi yang buruk, terdapat alasan-alasan psikologis dan nilai-nilai unik yang mendorong mereka untuk menolak budaya kerja korporat lama.

Sikap ini telah memicu tantangan serius bagi dunia kerja, bahkan membuat 60% pengusaha memecat karyawan Gen Z dalam beberapa bulan pertama.

Berikut adalah lima faktor utama yang menjelaskan mengapa Gen Z cenderung ogah menjadi pegawai kantoran:

1. Prioritas pada Kesejahteraan Emosional yang Tinggi

Gen Z dikenal sebagai generasi yang paling sadar emosional dan empatik. Mereka mampu terhubung dengan rekan kerja dan berani menyuarakan isu kesehatan mental. Namun, hal ini bisa menjadi tantangan ketika mereka kesulitan memisahkan emosi pribadi dari dinamika kerja.

Studi pada tahun 2024 menunjukkan bahwa lebih dari 80% karyawan Gen Z menghadapi burnout di tempat kerja. Di sisi lain, 18% manajer di AS bahkan merasa stres mengelola Gen Z dan mempertimbangkan untuk mengundurkan diri. Keseimbangan antara empati dan profesionalisme menjadi kunci, dan tempat kerja perlu menyediakan ruang untuk menyuarakan kekhawatiran sambil tetap menjaga suasana profesional.

2. Gaya Komunikasi yang Berbeda Menyebabkan Kesenjangan

Berbeda dari generasi sebelumnya, Gen Z adalah digital native yang tumbuh dengan komunikasi instan. Mereka cenderung lebih memilih cara komunikasi yang ringkas, langsung, dan informal melalui pesan teks. Hal ini sering kali bertabrakan dengan ekspektasi formalitas dan protokol komunikasi dari generasi yang lebih tua.

Kesenjangan ini lebih terasa dalam lingkungan kerja hibrida atau jarak jauh dan dapat berujung pada kesalahpahaman. Gen Z sebenarnya tidak menolak komunikasi tatap muka, namun mereka lebih nyaman menggunakan metode berbasis teks sebagai cara utama.

 

3. Kebutuhan Akan Feedback yang Konstan dan Kesempatan Beradaptasi

Tumbuh dalam budaya komunikasi instan dan validasi interpersonal, Gen Z sangat menghargai feedback yang sering. Sebuah survei tahun 2018 menemukan bahwa lebih dari 65% karyawan Gen Z menginginkan umpan balik setidaknya seminggu sekali. Tanpa hal itu, mereka bisa merasa tidak terlibat dan stuck, terutama dalam pekerjaan yang menuntut kemandirian.

Selain itu, ada kesenjangan signifikan antara keterampilan yang diajarkan di universitas dan yang dibutuhkan di tempat kerja. Oleh karena itu, manajer perlu membimbing mereka dengan sabar dan memberikan pelatihan untuk mengembangkan soft skills yang mungkin belum mereka miliki.

4. Nilai-nilai yang Berbeda dengan Tradisi Korporat

Gen Z memiliki nilai-nilai yang berbeda dari generasi lain. Mereka memprioritaskan inklusivitas, fleksibilitas, dan pekerjaan yang memiliki tujuan (purpose-driven work). Nilai-nilai ini sering kali tidak selaras dengan tradisi tempat kerja yang masih kental dengan hierarki dan stabilitas.

Mereka berjuang untuk mencapai work-life balance dan sangat menghargai fleksibilitas dari pimpinan untuk mengakomodasi kebutuhan mereka. Kurangnya fleksibilitas ini bisa menjadi pemicu ketidakpuasan kerja.

5. Realitas Dunia Kerja yang Tidak Sesuai Ekspektasi

Banyak pekerja Gen Z memasuki dunia kerja dengan ekspektasi tinggi terkait pemenuhan diri dan kemajuan karier. Namun, mereka sering dihadapkan pada realita pahit seperti PHK, ketidakamanan kerja, atau micromanagement. Sebuah survei McKinsey & Company tahun 2022 menunjukkan bahwa Gen Z lebih mungkin untuk bekerja sebagai wirausaha atau memiliki banyak pekerjaan daripada generasi sebelumnya. Hal ini membuktikan bahwa Gen Z mencari model kerja yang lebih inklusif, fleksibel, dan suportif.

Pada akhirnya, dunia kerja dan Gen Z perlu bertemu di tengah. Dengan saling mendengarkan dan beradaptasi, para pemimpin dapat menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif. Hal ini bukan hanya menguntungkan karyawan Gen Z, tetapi juga semua generasi, karena pada dasarnya, setiap orang berhak mendapatkan kebebasan untuk memilih tempat kerja yang paling nyaman dan produktif bagi mereka.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement