Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Apa Itu Burnout? Masalah yang Dihadapi Diplomat Arya Sebelum Ditemukan Tewas

Aira Cecilia , Jurnalis-Kamis, 31 Juli 2025 |06:22 WIB
Apa Itu Burnout? Masalah yang Dihadapi Diplomat Arya Sebelum Ditemukan Tewas
Apa Itu Burnout? Masalah yang Dihadapi Diplomat Arya Sebelum Ditemukan Tewas (Foto: Freepik)
A
A
A

ISTILAH burnout tengah menjadi isu hangat di kalangan masyarakat. Burnout menjadi topik hangat karena kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan alias ADP.

Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor), Nathanael E.J. Sumampouw menyebut ADP mengalami kondisi kelelahan emosional atau burnout karena pekerjaannya.

"Peran tersebut menuntut empati yang tinggi, kepekaan emosional yang mendalam, ketahanan psikologis, sensitivitas sosial, yang ini semua tentu menimbulkan dampak seperti burnout, compassion fatigue atau kelelahan kepedulian, terus-menerus terpapar dalam pengalaman penderitaan, trauma," ujarnya dalam konferensi pers.

Nathanael menjelaskan, pekerjaan Arya sebagai diplomat Kemlu salah satunya untuk memastikan perlindungan WNI di luar negeri berdampak pada kondisi psikologis korban.

Apa Itu Burnout?

Di tengah tuntutan kerja yang semakin tinggi, banyak pekerja kini terjebak dalam pola kerja yang terus-menerus tanpa jeda. Alih-alih meningkatkan produktivitas, tekanan berlebih ini justru menimbulkan masalah kesehatan mental yang serius yang biasa disebut burnout.

Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa/Psikiater dr. Bianda Adeti Patriajaya, Sp.KJ., MARS menjelaskan bahwa burnout merupakan masalah serius akibat stres kerja yang terjadi secara terus-menerus dan tidak ditangani dengan baik. Ia juga memberikan data yang tercatat di WHO.

“Dalam dunia psikiatri kerja, burnout telah diakui sebagai masalah kesehatan yang nyata. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan telah secara resmi memasukkan burnout ke dalam International Classification of Diseases (ICD-11),” jelas dr. Bianda kepada Okezone.

 

O.C. Tanner dalam Global Culture Report menemukan 40% pekerja mengalami burnout tingkat sedang hingga parah, dan 95% pemimpin HR mengakui bahwa burnout berdampak signifikan pada retensi karyawan.

Pengakuan ini menandai pentingnya perhatian terhadap kesejahteraan mental di lingkungan kerja. Artinya, burnout bukan sekadar ‘drama’ semata, melainkan kondisi yang membutuhkan penanganan serius agar tidak berkembang menjadi masalah yang lebih buruk.

Burnout didefinisikan sebagai sindrom akibat stres kronis di tempat kerja yang belum berhasil diatasi, dengan tiga dimensi utama, yaitu perasaan kelelahan energi, meningkatnya jarak mental dari pekerjaan, dan penurunan efisiensi profesional.

Kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental ini semakin sering dialami para profesional, terutama di era serba cepat yang menuntut performa maksimal setiap waktu.

Burnout bukan sekadar lelah biasa. Ia bisa melemahkan semangat kerja, menurunkan kinerja, bahkan berdampak pada kesehatan fisik dan relasi sosial. Burnout bisa menimpa siapa saja, tak pandang jabatan, usia, atau latar belakang.

“Orang-orang yang terlihat paling kompeten dan tampak ‘baik-baik saja’ justru sering kali menjadi yang paling rentan mengalami burnout,” papar dr. Bianda.

 

Mereka yang perfeksionis, ambisius, atau terbiasa memikul banyak tanggung jawab sering kali memaksakan diri untuk terus memenuhi ekspektasi tinggi baik dari lingkungan maupun diri sendiri meskipun tidak memiliki cukup waktu untuk beristirahat atau memulihkan tenaga.

Tekanan pekerjaan yang terlalu berat, seperti target yang tidak realistis, jam kerja yang panjang, hingga kebiasaan kerja yang menuntut “selalu aktif”, menjadi salah satu penyebab utama burnout.

Banyak pekerja tidak menyadari bahwa tubuh dan pikirannya telah berada di ambang batas. Mereka terus memaksakan diri untuk tampil produktif, menyelesaikan tanggung jawab, dan memenuhi ekspektasi atasan tanpa memberi ruang bagi diri sendiri untuk berhenti sejenak.

Dalam jangka panjang, kondisi ini memicu kelelahan berlebihan yang bukan hanya berdampak pada fisik, tetapi juga kestabilan emosional hingga ke kualitas kerja. Sayangnya, karena burnout kerap berkembang secara perlahan, banyak yang tidak menyadari bahwa mereka sedang mengalaminya hingga akhirnya merasa benar-benar ‘habis’ secara mental dan tidak lagi menemukan motivasi dalam pekerjaan.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement