“Filosofi ini menjadi pondasi dari setiap inisiatif bangsa kita, dan sangat relevan dalam upaya konservasi warisan budaya, seperti Leang-Leang,” ucapnya.
Dia mendorong pelibatan aktif komunitas lokal, pelatihan pemandu sebagai duta budaya, serta penguatan jejaring riset bersama lembaga, seperti BRIN dan universitas internasional.
Menbud Fadli juga menekankan bahwa untuk mencapai status Warisan Dunia UNESCO, dibutuhkan riset multidisiplin, pembentukan tim nominasi yang terstruktur, serta strategi holistik dengan dampak berkelanjutan bagi masyarakat dan wilayah sekitar.
Berlangsung pada 4 sampai 5 Juli 2025, konferensi internasional diisi oleh sejumlah narasumber terkemuka dari dalam maupun luar negeri yang membahas warisan arkeologi, sejarah, budaya, serta strategi pengelolaan kawasan Maros-Pangkep secara berkelanjutan.
Konferensi ini dihadiri para pakar internasional, termasuk Prof. Campbell Macknight (ANU), Dr. Herry Yogaswara (Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN), Dr. Stephen Druce (Universiti Brunei Darussalam), hingga Prof. Zuliskandar Ramli (UKM), yang membahas sejarah, budaya, hingga strategi pengelolaan kawasan Maros-Pangkep.
Turut hadir dalam konferensi internasional ini, jajaran pejabat, peneliti, arkeolog, tokoh budaya hadir dalam konferensi internasional ini, di antaranya Bupati Maros, Chaidir Syam; Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dr. Herry Yogaswara; Rektor Universitas Muslim Maros, Prof. Nurul Ilmi Idrus; serta Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Andi Muhammad Akhmar.
Selain itu, juga Ketua Perkumpulan Wija Raja La Patau Matanna Tikka, Muhammad Sapri Andi Pamulu, M.Eng., Ph.D.; Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bone; General Manager Geopark Maros-Pangkep; Arkeolog Griffith University Australia, Prof. Adam Brumm; Sejarawan Australian National University, Prof. Emeritus Campbell Macknight; dan Arkeolog Universiti Kebangsaan Malaysia, Prof. Zuliskandar Ramli.