MAROS - Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon membuka Pameran Bilah Pusaka dalam rangkaian Festival Gau Maraja Leang-Leang di Gedung Baruga, Kantor Bupati Maros, Sulawesi Selatan. Dia pun menyampaikan apresiasi yang tinggi atas penyelenggaraan pameran yang bertepatan dengan momentum Hari Jadi ke-66 Kabupaten Maros tersebut.
Fadli Zon menegaskan pentingnya pelestarian budaya keris Sulawesi Selatan sebagai bagian dari warisan budaya nasional dan dunia.
Dalam sambutannya, dia menyampaikan apresiasinya atas penyelenggaraan pameran bilah pusaka yang dinilai penting dalam upaya pelestarian warisan budaya bangsa.
“Saya mengapresiasi pameran yang sangat penting di hari jadi Kabupaten Maros yang ke-66 ini, yaitu Pameran Bilah Pusaka. Kita tahu benda-benda pusaka, seperti keris dan badik ini merupakan warisan budaya takbenda yang sangat berharga,” ujarnya.
Menbud Fadli Zon menegaskan bahwa keris telah mendapatkan pengakuan dunia sebagai warisan budaya takbenda sejak terinskripsi di UNESCO pada 2005, 20 tahun yang lalu.
“Kita tahu bahwa di Sulawesi Selatan, budaya keris memiliki sejarah yang sangat panjang bahkan naskah I La Galigo dan naskah Pau-Paunna Indale Patara menyinggung keberadaan budaya keris di Sulawesi Selatan,” katanya.
Dirinya juga menyampaikan bahwa berdasarkan berbagai artefak dan karya sastra, budaya keris di Sulawesi Selatan telah berkembang semenjak akhir era Majapahit.
“Ada dua gaya keris yang menonjol dari Sulawesi Selatan, yaitu keris Bugis dan keris Makassar. Kedua gaya ini menyebar ke berbagai wilayah Nusantara. Keris Makassar berpengaruh hingga ke Lombok, Bima, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Sementara keris Bugis turut memengaruhi budaya keris di Kalimantan dan Sumatera,” tuturnya.
Menurut Menbud Fadli hal tersebut merupakan bukti dari proses akulturasi budaya yang sangat panjang, yang memperkaya warisan budaya bangsa Indonesia. Keris dan badik dari Sulawesi juga dikenal memiliki kualitas pamor yang sangat baik, besi yang matang, teknik tempa yang unggul, serta bentuk bilah yang khas, seperti bentuk mucuk rebung.
“Besi Sulawesi merupakan bahan berkualitas tinggi, dan pada masa Kesultanan Banten bahkan diperdagangkan hingga ke Eropa,” katanya.
Selain dari aspek logam, Menbud Fadli juga menyoroti bahan-bahan pelengkap keris, seperti warangka dan hulu yang dibuat dari kayu-kayu pilihan, seperti kemuning, santigi, cendana, dan tampusu yang menambah nilai estetika dan spiritual keris tersebut.
Dalam sambutannya, Menbud Fadli turut menekankan pentingnya edukasi bagi generasi muda, terutama Gen Z, agar dapat mengenal dan mengapresiasi budaya keris sebagai warisan leluhur.
“Salah satu cara untuk melakukan edukasi keris adalah melalui pameran seperti ini. Oleh karena itu, saya sangat mengapresiasi terselenggaranya Pameran Bilah Pusaka di Maros ini,” ucapnya.
Pameran ini melibatkan lembaga adat, para pemerhati pusaka, serta menampilkan koleksi pusaka dari Kerajaan Bone, Gowa, Soppeng, Wajo, dan Maros. Menteri Fadli Zon turut memamerkan lima bilah keris asal Sulawesi, termasuk satu keris milik Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Pameran dibuka untuk umum dari 3–5 Juli 2025.
Turut hadir dalam pembukaan pameran ini, di antaranya Bupati Maros Andi Syafril Chaidir Syam, Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Andi Irfan AB, Ketua Panitia sekaligus Ketua Komisi 2 DPRD Kabupaten Maros Marja Massere, dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maros, Andi Patiroi.
Hadir mendampingi Menteri Kebudayaan, yakni Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Ahmad Mahendra, Direktur Pengembangan Budaya Digital Andi Syamsu Rijal, dan Staf Khusus Menteri Bidang Protokol dan Rumah Tangga Rachmanda Primayuda.
Menbud Fadli turut menyampaikan apresiasi kepada Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia, khususnya Koordinator Wilayah Sulawesi, serta para kolektor dan pemerhati keris.
“Saya harap kegiatan ini dapat mendorong terwujudnya Maros goes to Mega Diversity,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menbud Fadli juga mengungkapkan kekagumannya terhadap kekayaan arkeologi Maros, khususnya lukisan gua prasejarah di kawasan Leang-Leang.
“Saya sangat takjub karena di Kabupaten Maros terdapat lukisan-lukisan gua purba, rock art atau cave painting yang menurut penelitian adalah yang tertua di dunia,” katanya.
Dia merujuk pada Leang Karampuang, salah satu gua di Maros yang telah diteliti dan diperkirakan memiliki usia mencapai puluhan ribu tahun, mengungguli lukisan gua tertua di Eropa. Jadi, ini jauh lebih tua dengan ada apa yang ada di Eropa sana.
Lebih tua dari yang ada di Prancis yang selama berpuluh-puluh tahun memegang satu narasi bahwa mereka lah yang tertua, tapi ternyata sekarang dunia sudah mengakui, para peneliti secara ilmiah sudah membuktikan bahwa yang tertua itu adanya di Kabupaten Maros.
"Maros harus menjadi destinasi wisata Nusantara, destinasi budaya Nusantara dan bahkan dunia,” tutur Menteri Fadli Zon.
Pameran ini diharapkan menjadi momentum penting dalam memperkuat jati diri budaya bangsa dan memperkenalkan kekayaan budaya lokal ke panggung nasional maupun internasional.
(Agustina Wulandari )