Faktanya, interaksi antara suplemen dan obat sangat mungkin terjadi dan bisa membahayakan. Contohnya, suplemen bawang putih bisa memperkuat efek pengencer darah, sementara ekstrak teh hijau dapat mengganggu kerja obat jantung. Konsultasi dengan tenaga kesehatan sebelum mengonsumsi keduanya sangat disarankan.
Tidak ada suplemen yang bisa sepenuhnya menggantikan manfaat dari makanan utuh. Makanan alami mengandung kombinasi nutrisi, serat, dan fitokimia yang bekerja sinergis, sesuatu yang tidak bisa disediakan suplemen secara utuh. Suplemen adalah pelengkap, bukan pengganti.
Label “alami” sering kali membuat konsumen abai terhadap uji kualitas dan efektivitas. Padahal, suplemen yang baik seharusnya melewati uji laboratorium pihak ketiga dan memiliki sertifikasi keamanan.
Konsumen perlu jeli membaca label, menelusuri studi ilmiah, dan memilih merek yang transparan dalam menyampaikan informasi produknya.
Setiap tubuh manusia memiliki kebutuhan dan respons yang berbeda. Suplemen yang bermanfaat bagi teman atau keluarga Anda belum tentu cocok untuk kondisi kesehatan Anda sendiri.
Faktor seperti alergi, kondisi medis yang sedang diderita, dan obat-obatan yang dikonsumsi sangat memengaruhi keamanan penggunaan suplemen tertentu. Konsultasi dengan profesional kesehatan tetap menjadi langkah bijak.
Suplemen, baik alami maupun sintetis, memiliki tempat dalam gaya hidup sehat asalkan digunakan dengan bijak. Kebutuhan setiap orang berbeda, jadi keputusan mengonsumsi suplemen sebaiknya didasarkan pada konsultasi medis, riwayat kesehatan, dan tujuan spesifik.
“Jangan hanya terpikat oleh label ‘alami’. Kualitas, dosis, dan bukti ilmiah jauh lebih penting. Dengan pendekatan kritis dan informasi yang tepat, Anda bisa membuat pilihan yang benar-benar berdampak positif bagi kesehatan jangka panjang,” tutup Alex Teo.
(Kemas Irawan Nurrachman)