LEIDEN - Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Fadli Zon meninjau koleksi Indonesia di Perpustakaan Universitas Leiden. Dia juga berdiskusi dengan Direktur Perpustakaan, Kurt De Belder, dan Direktur KITLV Belanda, serta Dekan Leiden-Delft-Erasmus (LDE) Universities, Prof. Dr. Wim van den Doel.
Dalam pertemuan tersebut, Menbud menekankan pentingnya penguatan akses digital terhadap koleksi Indonesia yang tersimpan di Leiden dan keterbukaan aksesnya bagi publik, khususnya manuskrip langka dan berbagai arsip terkait sejarah nasional.
“Leiden University Library adalah pusat pengetahuan dunia terlengkap tentang Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Kolaborasi dalam digitalisasi, pelatihan, dan keterbukaan akses sangat krusial krusial untuk menjembatani generasi masa kini dengan warisan intelektual bangsa,” ujar Fadli.
Pihak Perpustakaan Leiden menjelaskan bahwa lebih dari separuh koleksi yang telah mereka digitalisasi berkaitan dengan Indonesia, termasuk koran, majalah, manuskrip dan naskah-naskah kuno. Koleksi tersebut banyak diakses oleh para peneliti, mahasiswa, seniman, hingga masyarakat umum dari Indonesia.
Kolaborasi dengan PNRI (Perpustakaan Nasional RI) dan ANRI (Arsip Nasional RI) juga terus berjalan aktif, termasuk dalam program digitalisasi dan nominasi bersama UNESCO Memory of the World, seperti Hikayat Aceh (2023), Panji Manuskrip (2023), Babad Diponegoro (2013), La Galigo (2011), dan arsip surat-surat Kartini.
Teknologi mutakhir seperti IIIF (International Image Interoperability Framework) dan riset language model berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk membaca naskah lontar juga telah digunakan untuk membuka akses lebih luas bagi koleksi ini. Perpustakaan Leiden juga menawarkan fellowship riset setiap tahun bagi peneliti Indonesia, meskipun Direktur Perpustakaan mengakui bahwa keterlibatan akademisi Indonesia masih perlu ditingkatkan.