Kemudian mahasiswi itu pun mengunggah video kembali setelah melakukan dokumentasi untuk keperluan izin cuti menstruasinya dan ia tetap meminta bukti mengenai peraturan tersebut ditulis.
“Saya hanya meminta kebijakan yang masuk akal dan penuh rasa hormat tentang bagaimana perempuan dapat meminta cuti selama masa menstruasi, jika kampus benar-benar memiliki aturan tertulis yang mengharuskan siswi menunjukkan darah menstruasi kepada dokter perempuan agar memenuhi syarat cuti sakit, saya akan menghapus video saya. Namun jika tidak ada aturan seperti itu, saya tidak akan mundur,” ungkapnya
Zhang Yongquan, seorang mantan Jaksa memberikan pendapatnya mengenai permasalahan ini kepada South Morning China Post bahwa hal ini melanggar Pasal 1011 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 20 Undang-Undang tentang Perlindungan Hak dan Kepentingan Perempuan, melanggar hak privasi dan terkesan merendahkan mahasiswi.
“Pendekatan ini jelas-jelas merupakan pelanggaran privasi siswa dan penghinaan serius terhadap martabat pribadi mereka, meskipun tidak ada instrumen medis yang digunakan. Hal ini mencerminkan ketidakpercayaan mendasar terhadap siswa dan gagal sejalan dengan nilai-nilai inti yang seharusnya dijunjung tinggi oleh sistem pendidikan kita,” jelasnya
“Tindakan semacam itu merupakan perlakuan yang merendahkan martabat dan dapat menyebabkan tekanan mental yang signifikan atau kerusakan psikologis jangka panjang. Pihak sekolah harus bertanggung jawab melalui permintaan maaf kepada publik, kompensasi atas kerugian emosional, dan sanksi administratif yang dijatuhkan oleh otoritas pendidikan,” tambahnya.
Tentu saja peraturan yang tidak masuk akal ini menuai beragam reaksi masyarakat Tiongkok.
“Jadi, jika saya diare, apakah saya perlu buang air besar di depan dokter sekolah untuk mendapatkan izin?” tanya seorang warganet.
"Mengambil cuti sakit empat atau lima kali sebulan karena nyeri haid adalah hal yang wajar. Selama fase kelelahan kronis, saya mengalami menstruasi selama 50 hari berturut-turut," kata warganet lainnya.
(Kemas Irawan Nurrachman)