PADANG - Dunia wastra Indonesia kembali disemarakkan oleh inovasi kreatif dari desainer muda asal Ranah Minang, Vonny Andria. Sejak usia 21 tahun, Vonny aktif di dunia desain berbasis pengembangan budaya dan pemberdayaan komunitas.
Terbaru, ia memperkenalkan motif songket bertema belang Harimau Sumatera, yang diberi nama Balang Manarangi.
Karya ini memadukan keindahan tradisi songket Minangkabau dengan simbolisme Harimau Sumatera, satwa karismatik yang juga menjadi simbol penting dalam budaya masyarakat Sumatera Barat. Vonny berharap Balang Manarangi dapat menjadi salah satu dari lima besar motif songket unggulan nasional dan membuka jalan ke pasar internasional.
“Songket Minangkabau selama ini dikenal dengan motif geometris, flora, dan fauna yang kaya filosofi. Namun, belum ada yang secara eksplisit mengangkat motif belang Harimau Sumatera,” ujar Vonny saat ditemui pada Minggu, (1/6/2025).
Harimau Sumatera, menurutnya, tak sekadar satwa endemik. Ia memiliki kedudukan penting dalam sejarah dan tradisi masyarakat Minangkabau. “Dalam kisah leluhur, ada keyakinan bahwa manusia bisa hidup berdampingan dengan harimau,” lanjutnya.
Vonny, memulai kariernya dari desain tas wanita. Namun setahun terakhir, ia fokus pada pengembangan wastra Minang kontemporer, khususnya songket khas Sumatera Barat. Ayahnya berasal dari Solok dan ibunya dari Bukittinggi.
Balang Manarangi pertama kali diperkenalkan dalam bentuk selendang, dengan motif yang menggambarkan kumis, taring, dan cakar harimau, jalur pegunungan yang dilaluinya, serta suara auman yang divisualisasikan dalam bentuk gelombang. Garis hitam yang mencolok merepresentasikan loreng harimau secara elegan.
Motif ini resmi diluncurkan pada Jumat, 30 Mei 2025, dalam gelaran Creative Stage di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan. Selain selendang, Vonny juga memperkenalkan delapan koleksi busana bertema Harimau Sumatera betina dengan nama koleksi Lorenque Suit.
Inspirasi Balang Manarangi muncul saat ia pulang kampung ke Sumatera Barat. Dalam perjalanan ke Pasar Ateh, Bukittinggi, ia melihat beberapa monumen Inyiak Balang—sebutan lokal untuk harimau. Momen tersebut menjadi titik awal lahirnya gagasan desain motif belang harimau.
Untuk memperkaya pengetahuannya, Vonny bertemu dengan Andri Mardiansyah dan Adi Prima, dua pendiri Yayasan Jejak Harimau Sumatera di Padang, dua pekan setelah Idulfitri 1446 H. Dalam pertemuan itu, mereka membahas Harimau Sumatera dari sisi ekologi, budaya, hingga mitos yang melekat.
“Kolaborasi dengan Yayasan Jejak Harimau Sumatera memperdalam konsep Balang Manarangi. Saya ingin karya ini tidak hanya indah secara visual, tetapi juga menyampaikan pesan konservasi yang kuat,” tutur Vonny.
Nama Balang Manarangi sendiri berasal dari bahasa Minangkabau: “balang” berarti belang atau corak tubuh harimau, sementara “manarangi” bermakna memancarkan cahaya atau bersinar. Nama ini melambangkan kekuatan dan keindahan dari harimau yang diangkat ke dalam bentuk visual songket.
Teknik tenun yang digunakan tetap mempertahankan metode tradisional Minangkabau, dengan pewarna alami dan proses yang kompleks. Vonny menekankan bahwa Harimau Sumatera betina menjadi inspirasi utamanya, karena peran vitalnya dalam menjaga kelangsungan spesies di tengah ancaman penyusutan habitat.
Melalui Balang Manarangi, Vonny ingin mengangkat peran ganda: melestarikan tenun songket Minangkabau sekaligus mengampanyekan konservasi Harimau Sumatera. Ia berharap, setiap orang yang mengenakan kain ini tidak hanya menikmati keindahan wastra, tetapi juga tergerak untuk menjaga warisan budaya dan alam Indonesia.
“Dengan mengenakan motif yang terinspirasi dari satwa endemik Pulau Sumatera ini, kita membawa semangat menjaga Inyiak Balang, bukan hanya dalam simbol, tapi juga tindakan,” tutup Vonny.
(Kemas Irawan Nurrachman)