“Gabung dulu aja, nggak harus langsung cerita. Lihat dan dengar dulu. Kalau sudah merasa cukup nyaman, baru pelan-pelan mulai berbagi,” ungkap Kartika.
Maria juga menekankan pentingnya terapi dalam proses pemulihan trauma, salah satunya melalui Dialectical Behavioral Therapy (DBT), yakni terapi yang berfokus pada regulasi emosi.
“Dengan terapi DBT, korban diajak untuk mengenali dan memahami perasaan-perasaan tidak nyaman dalam dirinya, agar bisa mengelola reaksi dan perlahan-lahan memulihkan diri,” jelasnya.
Sementara itu, Said Niam, S.H. dari LBH APIK Jakarta, mengimbau korban kekerasan untuk berani melapor kepada aparat penegak hukum. Ia menekankan pentingnya mengumpulkan bukti, baik hasil visum rumah sakit untuk kekerasan fisik, maupun rekam medis psikis dari lembaga psikologi untuk kekerasan emosional.
“Penting juga bagi korban untuk berkonsultasi dengan ahli yang memiliki perspektif keberpihakan kepada korban, agar proses hukum berjalan dengan lebih empatik dan adil,” jelas Said.
(Qur'anul Hidayat)