Dorongan menjadi sikerei juga bisa datang dari orang tua atau sikebbukat uma (tetua klan). Biasanya, jika satu klan tidak punya sikerei, mereka akan berdiskusi dan membujuk salah satu anggotanya untuk bersedia menjadi sikerei. Alasan yang mendorong antara lain: tidak ada pewaris ilmu pengobatan, memiliki sumber daya seperti babi dan ayam, atau adanya persaingan antar klan (pako’).
Namun kini, faktor ekonomi membuat regenerasi sikerei makin sulit. Anak-anak muda memilih menanam pinang, mencari manau, atau komoditas lain yang lebih cepat menghasilkan uang. Pendidikan modern juga menjadi faktor lain.
Ada pula yang menjadi sikerei karena mengalami sakit berkepanjangan, disebut siddei ketcat. Meski secara fisik menolak, namun jiwanya seolah terpanggil. Dua ritual penting dalam penentuan ini adalah togglo akek manai dan tatau’.
Dengan berkurangnya jumlah sikerei, serta tekanan dari modernitas dan kebutuhan ekonomi, keberadaan sikerei seperti Kukru Kerei semakin langka. Ia menjadi simbol dari pengetahuan yang diwariskan dari alam dan leluhur—pengetahuan yang kini berada di ambang kepunahan.