Untuk satu penyakit saja, sikerei bisa meramu hingga belasan jenis tumbuhan. Reimar Schefold dalam buku Mainan Bagi Roh menjelaskan bahwa sikerei tidak hanya terbatas pada kelompoknya. Mereka bisa diundang ke uma (rumah adat) lain untuk mengobati. Setelah ritual, bagian daging ayam dan babi dibagikan ke uma sikerei.
Data Lembaga Kerapatan Adat Matotonan (LKAM) menunjukkan bahwa dari 45 sikerei di Matotonan, hanya 35 yang masih aktif melakukan ritual. Angka ini menurun dibandingkan tahun 2011 yang mencatat 62 orang untuk melayani 2.000 penduduk. Penurunan ini terjadi karena faktor usia dan minimnya regenerasi.
Menjadi sikerei butuh kesiapan fisik, mental dan ekonomi. Proses pelantikan bisa memakan waktu berbulan-bulan hingga tahunan. Kadang, seseorang menjadi sikerei karena kecewa: saat keluarganya sakit dan tak ada sikerei yang mau membantu.
"Saya jadi kerei bukan karena sakit, tapi karena istri saya sakit dan tidak ada sikerei yang mau membantu. Maka saya belajar sendiri," cerita Kukru.
Ia merasa bahwa menjadi sikerei adalah perjuangan untuk mengobati, bukan demi status sosial. Ia siap mematuhi pantangan, seperti tidak berhubungan dengan istri setelah mengobati pasien, selama bisa menyembuhkan.