Teknologi ini mampu meningkatkan efisiensi, akurasi, dan kecepatan diagnosis, terutama di daerah terpencil dengan keterbatasan sumber daya.
Ia menjelaskan bahwa teknologi AI dapat menjadi alat bantu yang efektif dalam menganalisis data mikroskopis secara cepat dan presisi, menggantikan metode manual yang membutuhkan waktu dan tenaga ahli yang terbatas.
Dengan bantuan AI, diagnosis malaria dapat dilakukan dengan akurasi tinggi, bahkan dalam kondisi fasilitas laboratorium yang minim.
Dalam pemaparannya, Dr.Puji juga menyampaikan beberapa poin penting sebagai kesimpulan dan arah masa depan inovasi ini:
Teknik mikroskopis masih dianggap sebagai gold standard dalam diagnosis malaria. Akurasi dan keandalan teknik ini tetap menjadi dasar utama dalam mengidentifikasi parasit malaria, meskipun sudah banyak pendekatan baru yang dikembangkan.
Inovasi AI dan pengembangan alat diagnostik baru menawarkan potensi signifikan untuk deteksi dini malaria. Hal ini sangat bermanfaat khususnya di daerah dengan keterbatasan sumber daya, karena teknologi diagnostik canggih dapat memperkuat manajemen dan pengobatan malaria secara efektif.
Rapid Diagnostic Test (RDT) memiliki banyak keuntungan dan berpeluang untuk terus dikembangkan. Meskipun masih ditemukan kendala seperti delesi gen pfHRP2/3, versi RDT yang lebih mutakhir dapat memberikan akurasi lebih tinggi dalam diagnosis cepat.