Ippodo Tea, misalnya, mengumumkan pada akhir Oktober bahwa mereka akan menunda penjualan beberapa produk hingga awal 2025. Marukyu Koyamaen juga melakukan hal serupa sambil menaikkan harga produknya.
Kenaikan harga tidak hanya terjadi di Jepang. Di negara-negara seperti Singapura dan Australia, harga matcha meningkat hingga 15%. Beberapa pengecer dan kafe bahkan menerapkan pembatasan pembelian untuk mencegah penimbunan atau penjualan kembali.
Kelangkaan matcha ini menjadi tantangan bagi industri teh Jepang, tetapi juga memberikan peluang untuk mengatur ulang strategi produksi dan distribusi. Produsen mungkin perlu berinovasi dalam proses produksi atau mengembangkan varietas matcha baru untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat.
Di sisi lain, konsumen diharapkan lebih bijak dalam menggunakan matcha, mengingat proses panjang di balik produksinya. Dengan edukasi yang tepat, kelangkaan ini dapat menjadi momen refleksi untuk menghargai nilai budaya dan kerja keras di balik setiap bubuk matcha.
Permintaan global yang tinggi membuat matcha kini menjadi barang langka di Jepang. Proses produksi yang eksklusif dan waktu panen terbatas menjadi tantangan utama dalam menjaga pasokan. Sementara itu, produsen dan konsumen perlu bekerja sama agar matcha dapat terus dinikmati tanpa mengorbankan keberlanjutan produksinya.
Banyak Permintaan, Matcha di Jepang Langka situasi ini menjadi pengingat bagi pecinta matcha untuk menikmati matcha dengan lebih bijak, menghormati tradisi panjang dan kualitas yang terkandung dalam setiap cangkirnya.
(Kemas Irawan Nurrachman)