Dari sudut pandang ekologi, eksploitasi berlebihan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, seperti mengurangi jumlah predator alami atau mengancam keberlanjutan pohon jati akibat gangguan siklus alami. Oleh karena itu, pemanfaatan ulat harus dilakukan dengan bijak.
“Dalam kasus meningkatnya populasi ulat jati pasca musim hujan perlu dikelola dengan pendekatan yang seimbang,” tegasnya lagi.
Di satu sisi, lonjakan populasi ulat dapat menjadi ancaman bagi ekosistem, seperti pohon jati yang terganggu produktivitasnya.
Namun, ulat jati juga menawarkan potensi sebagai sumber pangan alternatif yang bernutrisi tinggi.
Melalui edukasi pengolahan yang tepat dan pengendalian populasi berbasis ekologi, fenomena ini dapat diubah menjadi peluang yang bermanfaat, baik bagi lingkungan maupun masyarakat.
“Pendekatan ini memastikan keberlanjutan dan manfaat jangka panjang bagi semua pihak,”pungkasnya.
Selain itu, kepompong (enthung dalam bahasa Sunda) ulat pohon jati memiliki banyak manfaat dan berkandungan gizi tinggi.
Enthung biasanya menempel di bawah serakan sampah ataupun daun jati yang jatuh ke tanah. Bahkan ada beberapa di antaranya yang terpendam di bawah tanah. Musim enthung biasanya datang setahun sekali beberapa saat setelah datangnya musim hujan.
Enthung sendiri berwarna coklat tua sampai kehitaman dengan ukuran panjang kira-kira dua sentimeter dan menurut hasil penelitian memiliki kandungan protein yang sangat tinggi.
Sedangkan kandungan nutrisi ulat daun jati berupa ptotein, mineral, vitamin, lemak dan karbohidrat. Enthung merupakan kepompong dari jenis ulat jati Hyblaea puera.*
(Wiwie Heriyani)