Tren penurunan angka pernikahan dan kelahiran di China masih terus berlanjut. Berdasarkan data di China terdapat 3,43 juta pernikahan yang tercatat pada paruh pertama tahun ini atau terjadi penurunan sebanyak 12% dari tahun lalu, dan terendah dalam satu dekade.
Sementara itu, menurut Biro Statistik Nasional China, angka kelahiran telah anjlok ke rekor terendah karena hanya ada 9,02 juta kelahiran pada tahun lalu.
Sebagai bentuk usaha mengatasi krisis populasi, beberapa perusahaan di China telah memperkenalkan insentif bagi karyawan untuk menikah dan memiliki lebih banyak anak. Pada bulan Juni, sebuah perusahaan permesinan menawarkan bonus sebesar 210.000 yuan (USD29.000 sekira Rp465 juta) kepada karyawan yang menyambut kelahiran anak ketiga.
Sementara itu Pemerintah Kota Changsha, Ibu Kota Provinsi Hunan, meresmikan jalan budaya bertema “pernikahan” pertama di China pada bulan Oktober 2024. Jalan ini menyediakan banyak spot foto yang menarik bagi pengunjung dengan memamerkan suasana pernikahan ala China dan Barat.
Namun, yang benar-benar menarik perhatian adalah slogan-slogan berwarna pink yang dipajang di seluruh area. Slogan-slogan tersebut mengandung frasa seperti “Saya senang membuat sarapan”, “Saya bersedia menjaga anak”, dan “Memiliki tiga anak adalah hal yang paling keren”.
Slogan-slogan ini menuai banyak kritik dalam situs online karena penggambaran peran wanita dalam pernikahan.
“Memasak dan mengasuh anak digambarkan sebagai tanggung jawab perempuan karena ditekankan dengan warna pink. Hal ini terasa tidak sopan dan diskriminatif terhadap perempuan,” komentar salah satu pengguna di Xiaohongshu.
Wanita lain juga mengungkapkan kemarahannya dengan menuliskan komentar: “Itu konyol. Apakah saya tidak ‘keren’ jika saya tidak memiliki tiga anak? Harga diri saya seharusnya tidak dikaitkan dengan pernikahan dan peran sebagai seorang ibu.”
Seorang pengamat yang marah menantang pemerintah dengan mengatakan: "Mengapa para pemimpin tidak memiliki delapan anak terlebih dahulu? Mempromosikan pernikahan dan mengabaikan masalah nyata yang dihadapi kaum muda, seperti kesulitan pekerjaan dan upah rendah. Itu hanya pemborosan uang pembayar pajak."
Jalan ini juga memiliki “sekolah pernikahan”, di mana pengunjung dapat menyewa pakaian pernikahan tradisional China dan mengikuti pelajaran tentang cinta dan pernikahan.
Seorang travel influencer yang dikenal dengan sebutan Paman Huzi membagikan pengalamannya ketika dia mencoba simulator nyeri persalinan yang ada di sekolah pernikahan tersebut.
“Terima kasih, Ibu; itu sangat menyakitkan. Setiap pria harus mencobanya. Melahirkan benar-benar sulit bagi wanita,” katanya.
Pengunjung juga dapat berlatih melakukan tugas mengasuh anak, seperti mengganti popok dan menyiapkan susu formula. Mereka yang menyelesaikan semua tantangan akan menerima “sertifikat izin menikah” sebagai lambang kelulusan mereka dari pengalaman pendidikan yang unik ini.
Pejabat Changsha menjelaskan bahwa jalan tersebut bertujuan untuk mempromosikan budaya pernikahan dengan cara yang menarik bagi kaum muda, sehingga mendorong pertumbuhan populasi berkualitas tinggi.
Akan tetapi, slogan dan aktivitas tersebut telah menimbulkan beragam reaksi di media sosial, baik pro maupun kontra.
Salah satu komentar pro di Weibo menyebut hal ini “sangat mendidik” dan menegaskan bahwa pernikahan dan kelahiran anak adalah komponen penting dalam masyarakat.
Sebaliknya, seorang warga Changsha menyuarakan ketidakpuasannya: "Saya malu dengan kegiatan-kegiatan ini. Menikah dan menjadi orang tua seharusnya tetap menjadi pilihan pribadi."
(Kemas Irawan Nurrachman)