Hubungan Keraton Yogyakarta dengan Tugu Yogyakarta dalam Sumbu Filosofi terletak pada garis imajiner yang menghubungkan Tugu Pal Putih di utara, Keraton Yogyakarta di tengah, dan Panggung Krapyak di selatan.
Sumbu ini bukan hanya sekadar tata ruang, tetapi juga menyimpan makna filosofis yang mendalam tentang kehidupan manusia, alam, dan Tuhan.
Berdasarkan buku yang ditulis Yuwono Sri Suwito dengan judul Mayangkara Edisi 2 2016 pada bagian "Sumbu Filosofi Yogyakarta" secara simbolis Tugu Yogyakarta melambangkan lingga atau simbol maskulin, sementara Panggung Krapyak melambangkan yoni, simbol feminin.
Kedua simbol ini mewakili kesatuan dan keseimbangan antara unsur maskulin dan feminin, yang menjadi dasar dari keseimbangan hidup di dunia. Filosofi ini juga terkait erat dengan ajaran "Sangkan Paraning Dumadi", yang menggambarkan perjalanan manusia dari awal kehidupan hingga kembali kepada Sang Pencipta.
Tugu Yogyakarta berfungsi sebagai titik penting dalam meditasi Sultan Hamengku Buwana I. Dalam filosofi Jawa, Tugu ini melambangkan penyatuan "cipta, rasa, dan karsa" tiga unsur penting yang harus didasari oleh kesucian hati, agar kehidupan dapat membawa manfaat bagi orang lain.
Garis imajiner ini menghubungkan Gunung Merapi di utara sebagai sumber kekuatan, Keraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan, dan Laut Selatan sebagai tempat akhir.
Melalui Sumbu Filosofi ini, tata ruang Yogyakarta dirancang untuk mencerminkan keseimbangan antara alam, manusia, dan spiritualitas, menjadikan Keraton Yogyakarta sebagai pusat harmoni dalam kehidupan. Hubungan Kraton Yogyakarta dengan Tugu Yogyakarta dalam Sumbu Filosofi ini mencerminkan keselarasan spiritual dan keseimbangan kehidupan manusia.
(Kemas Irawan Nurrachman)