PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) mengklaim pada masa pemerintahnya perbaikan di sektor kesehatan telah menunjukkan hasil yang signifikan. Salah satunya, menurunnya angka kematian bayi di Indonesia.
Menurut catatannya, angka kematian bayi di Indonesia turun menjadi 17 per seribu kelahiran pada 2023, dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya yang sempat menyentuh angka 27 per seribu kelahiran.
“Angka kematian bayi turun dari sebelumnya 27 per seribu kelahiran menjadi 17 per seribu kelahiran di tahun 2023,” kata Jokowi dalam pidato di Sidang Paripurna DPR RI mengenai RAPBN Tahun 2025, Jumat (16/8/2024).
Sebagai informasi, angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator yang penting untuk mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat. Pasalnya, bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat orangtua si bayi tinggal dan sangat erat kaitannya dengan status sosial keluarga tersebut.
Kemajuan yang dicapai dalam bidang pencegahan dan pemberantasan berbagai penyakit penyebab kematian akan tercermin secara jelas dengan menurunnya tingkat AKB. Dengan demikian, angka kematian bayi merupakan tolak ukur yang sensitif dari semua upaya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah khususnya di bidang kesehatan.
Menurut data Kementerian Kesehatan RI, peningkatan angka kematian bayi di Indonesia banyak disebabkan oleh bayi berat lahir rendah (BBLR) atau prematuritas dan asfiksia. BBLR terjadi ketika bayi lahir dengan berat badan di bawah 2.500 gram dan biasanya dialami bayi prematur yang dilahirkan kurang dari masa kehamilan 37 minggu.
Menurut Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF), kelahiran prematur merupakan penyebab utama kematian anak usia di bawah lima tahun dengan perkiraan 15 juta bayi lahir prematur di seluruh dunia setiap tahun. Untuk itu, UNICEF mendorong salah satu upaya untuk mencegah bayi lahir prematur dengan melakukan deteksi dini selama kehamilan.