TERDAPAT stereotype yang melekat kuat pada Generasi Z dan seringkali memicu diskursus di media sosial. Gen Z disebut-sebut memiliki mental yang kurang kuat di dunia kerja.
Hal ini bermula dari banyaknya keluhan sejumlah netizen di media sosial, yang menyebut Gen Z kerap berpindah tempat kerja lantaran tidak mampu mengimbangi ritme kerja di tempat mereka. Persoalan tersebut rupanya mendapat perhatian khusus dari Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Marzoeki Mahdi, Dr.dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ.
Menurutnya ada sejumlah faktor yang menyebabkan Gen Z lebih sensitif dengan isu-isu kesehatan mental. Bahkan, bila menilik lebih jauh, justru Gen Z lah yang paling gencar menyuarakan pola kerja seimbang yang lebih dikenal dengan istilah work life balance.
“Pada dasarnya Gen Z itu adalah digital natives atau generasi yang tumbuh di era digital. Dampak negatifnya, mereka seringkali sulit membedakan realita dengan dunia virtual,” ujar dr Nova dalam acara Sound Healing, di Gedung Sapta Pesona Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Kendati demikian, dr Nova mengatakan perilaku Gen Z ini justru memiliki banyak dampak positif dibandingkan generasi-generasi sebelumnya. Mereka tentu lebih aware dengan pentingnya kesehatan mental yang selama ini masih dianggap tabu oleh banyak orang.
Selain itu, Gen Z juga memiliki critical thinking yang lebih tajam meski terkadang cenderung berlebihan dan tidak sesuai dengan kondisi dan situasi.
“Mereka itu generasi yang paling aware tentang pentingnya metal health. Mereka mau seeking help. Yang terpenting tidak terjadi self diagnosis saja itu yang selalu kita selalu imbau. Jangan menstigmakan diri sendiri karena belum tentu itu benar. Tapi aware tentang mental health its good,” katanya.
(Leonardus Selwyn)