MENURUT Kementerian Kesehatan Indonesia (Kemenkes) kasus penyakit urologi seperti gagal ginjal dan batu saluran kemih semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut data Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2020, prevalensi gagal ginjal di Indonesia tercatat sebanyak 3,8 persen atau sekitar 739.208 jiwa.
Sementara itu, prevalensi penyakit batu ginjal di Indonesia adalah sekitar 0,6 persen atau enam per 1000 penduduk. Sementara itu, menurut data World Health Organization (WHO) 2019, masalah saluran pencernaan seperti batu empedu, fatty liver, obesitas, sirosis hati, asam lambung dan diare, termasuk dalam 10 penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Penyakit-penyakit tersebut memiliki tingkat fatalitas sekitar 80 kasus per 100 ribu penduduk. Untuk mengatasi hal tersebut masyarakt diminta untuk tidak khawatir. Sebab kini ada metode pengobatan yang disebut bedah minimal invasif.

Bedah minimal invansif adalah teknik pembedahan dengan sayatan kecil di mana prosedur ini bisa dilakukan untuk mendiagnosis dan menyembuhkan berbagai penyakit. Melalui sayatan kecil tersebut, dokter spesialis dapat memasukkan alat yang dilengkapi kamera dan lampu.
Alat ini akan menampilkan kondisi di dalam tubuh pasien pada sebuah layar sehingga dapat membantu diagnosa dan prosedur bedah.
“Persebaran dokter di Indonesia masih belum merata, oleh karena itu pelayanan kesehatan berjenjang yang komprehensif menjadi sangat penting. Kami memiliki peran untuk mendukung pemerintah dalam menerapkan kesehatan berjenjang,” ujar dr. Angela Halim, Referral Regional 1 Head Grup RS Siloam.
Di sisi lain, berkat luka sayatan yang kecil, bedah minimal invasif dikenal memiliki berbagai keuntungan seperti waktu penyembuhan yang lebih singkat, bekas luka minimal, risiko infeksi, komplikasi pasca-operasi, dan perdarahan lebih rendah, serta waktu operasi lebih singkat.
“Kami mendukung peningkatan wawasan para dokter di Indonesia terkait prosedur bedah minimal invasif dan mengingatkan kembali pentingnya memulai diagnosis dan perawatan di tingkat primer sehingga fasilitas kesehatan primer dapat merujuk pasien yang membutuhkan perhatian lebih lanjut ke fasilitas kesehatan yang lebih komprehensif,” tuturnya.
(Leonardus Selwyn)