DUA turis pria ini beruntung masih bisa selamat setelah berjalan kaki selama berhari-hari di padang gurun Cape York, Queensland, Australia.
Mereka berjalan kaki akibat mobil yang mereka tumpangi mogok setelah mengikuti petunjuk arah dari Google Maps.
Melansir RNZ dua turis asal Jerman, Philipp Maier dan Marcel Schoene, meninggalkan Cairns pada tanggal 4 Februari lalu untuk melakukan perjalanan melintasi Cape York dengan menggunakan kendaraan mobil.
Mereka mengatakan kepada penjaga hutan Queensland Parks and Wildlife Service (QPWS) bahwa mereka telah mengikuti petunjuk arah di Google Maps dalam perjalanan ke Bamaga.
Google Maps mengarahkan mereka untuk memasuki Taman Nasional Oyala Thumotang lewat jalur tanah yang dikenal sebagai Langi Track, yang mengarah ke Archers Crossing.
Pada 6 Februari 2024, kendaraan mereka macet dan tidak ada layanan telepon sehingga terjebak. Mereka pun berkemah selama sekitar satu minggu sebelum mencoba berjalan kaki ke Archer River dan kemudian ke Coen, yang memakan waktu beberapa hari.
Maier mengatakan, ia dan rekannya telah mengikuti petunjuk dari Google. "Di Coen, Google Maps mengatakan bahwa kami harus segera menuju taman nasional, dan kami pikir lakukan saja karena mungkin jalan utama ditutup karena ada sungai yang dalam," katanya.
(Foto: Pexels/Caleb Oquendo)
Ia mengaku, berkendara melewati taman nasional sejauh 50 hingga 60 km sebelum akhirnya terjebak. "Jalanannya cukup bagus karena cuacanya cukup kering selama beberapa hari terakhir dan sungai-sungai kecil setinggi lutut, mungkin," ucap Maier.
"Di tempat kami terjebak, terlihat sangat kering. Permukaannya kering, tapi di bawah permukaannya benar-benar basah dan berlumpur." Dia mengatakan bahwa mobil mereka terjebak di sebuah lubang. Hampir tidak mungkin untuk keluar dari sana," tuturnya.
Awalnya lanjut Maier, mereka mencoba berjalan ke Sungai Archer karena jaraknya lebih dekat, tetapi ketika mereka sampai di sungai, airnya terlalu tinggi untuk diseberangi. Schoene mengatakan mereka mencoba menyeberangi sungai di atas pohon yang tumbang.
"Kami naik pohon tumbang untuk menyeberang, lalu pada malam harinya kami harus tidur di sana dan hujan mulai turun dan kami tidak bisa melanjutkan perjalanan," katanya.
Ia pun membangun tempat berlindung dari kayu di lanskap tersebut. "Itu tidak terlalu bagus, tidak terlalu aman," sambung Maier.
Maier dan Schoene mengatakan bahwa mereka bertemu dengan beberapa satwa liar termasuk buaya dan ular, banyak laba-laba, serta beberapa ekor sapi dan babi hutan.
Selama tersasar, mereka kebanyakan berjalan di pagi hari, berhenti di siang hari yang terik, sebelum melanjutkan perjalanan hingga larut malam.
Schine mengatakan mereka berjalan selama sekitar 22 jam, menembus hujan, tidur di jalan pada malam hari dan menggunakan drone untuk mencari jalan terdekat.
"Kami membawa ransel kami, sekitar 12 kilogram di bagian belakang, jadi semua barang penting kami bawa," katanya.
Keduanya berbicara dengan penjaga hutan setelah cobaan berat itu dan keduanya tidak terluka, namun ada pelajaran yang bisa mereka ambil. "Jangan pernah mempercayai Google Maps sendirian," kata Schoene merasa kapok.
Maier menyebut, ini adalah akhir yang bahagia tetapi sekaligus hari-hari penuh perjuangan. "Itu adalah pengalaman yang menyenangkan tapi juga pengalaman yang sangat sulit. Saya tidak ingin menjalani minggu ini di lain waktu," katanya, menyitir RNZ.
"Dalam kasus ini, kami cukup beruntung karena hanya menemukan sebuah kendaraan, bukan mayat, tetapi bisa saja hasilnya jauh berbeda," ucap ranger yang bertanggung jawab, Roger James.
Menurut Roger, jika saja kedua pria itu tidak berusia muda, bugar, sigap dan termotivasi, maka peristiwa tersebut bisa saja berakhir tragis.
(Rizka Diputra)