VAPE atau rokok elektrik kembali memakan korban. Kali ini, dampak negatif dari penggunaan rokok elektrik dialami oleh seorang pria berusia 22 tahun asal Amerika Serikat.
Ironisnya, pria bernama Jackson Allard itu harus menerima transplantasi paru-paru ganda pada awal Januari 2024 setelah menggunakan alat bantu hidup selama 70 hari. Pengalaman buruk Allard tersebut bermula di bulan Oktober 2023. Saat itu, dia harus dilarikan ke unit gawat darurat karena sakit perut yang dialaminya.
Namun, Allard justru harus menjalani perawatan medis di rumah sakit karena kadar oksigennya turun terlalu rendah. Informasi ini pertama kali dilaporkan oleh Valley News Live, berdasarkan halaman GoFundMe yang dibuat oleh teman keluarga Allard.
Dokter di North Dakota mendiagnosis Allard menderita parainfluenza, virus yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Virus tersebut kemudian berkembang menjadi pneumonia. Lalu, kondisi tersebut berkembang menjadi sindrom gangguan pernapasan akut cedera yang mengancam jiwa, karena dipicu oleh penumpukan cairan di paru-paru.
“Saat mereka melakukan rontgen, Anda bahkan tidak bisa melihat jantungnya. Semuanya berwarna putih. Artinya seluruh paru-parunya penuh cairan,” kata nenek Allard, Doreen Hurlburt, dilansir dari laman NBC News, Rabu, (24/1/2024).
Usut punya usut, Allard ternyata telah menggunakan rokok elektrik sejak berusia 16 atau 17 tahun. Namun, menurut sang nenek, Hulburt, belakangan ini cucunya mulai semakin sering menggunakan vape.
“Dia tidak tahu betapa buruknya hal itu baginya. Sehari sebelum dia diintubasi, dia berkata, 'Saya tidak menyangka saya bisa sakit seperti ini’,” tutur Hurlburt.
Ibu Allard, Jaime Foertsch, mengatakan putranya dipasangi alat pendukung kehidupan yang disebut oksigenasi membran ekstrakorporeal, atau ECMO, kemudian diterbangkan ke rumah sakit M Health Fairview di Minnesota pada akhir Oktober 2023.
Foertsch mengatakan Allard adalah pasien terlama yang pernah dirawat oleh M Health Fairview di mesin ECMO, yang berfungsi untuk menambahkan oksigen ke darah dan mengirimkannya kembali ke tubuh.
Sayangnya, sejauh ini pihak rumah sakit enggan berkomentar dengan alasan Undang-Undang Portabilitas dan Akuntabilitas Asuransi Kesehatan (HIPAA), yang melindungi privasi pasien.
Untuk pertimbangan transplantasi, Allard harus berhenti dari obat penenang dan bisa berjalan. Namun pada akhir tahun lalu, dia berjuang untuk bertahan hidup. Bahkan, dokter harus mengganti komponen perangkat ECMO-nya sebanyak dua kali karena terbentuknya gumpalan darah, yang bisa berakibat fatal. Kemudian pada 12 Desember, dia mengalami serangan jantung dan harus diresusitasi.
“Dalam beberapa pertemuan keluarga, tim Unit Perawatan Intensif Bedah mengatakan ada 1 persen peluang untuk bertahan hidup. Kami tidak pernah menyerah dan terus mendukung Jackson,” kata Foertsch melalui email.
Pada akhir Desember 2023, Allard akhrinya telah membaik dan mampu berdiri serta mengambil beberapa langkah. Pada malam tahun baru, Foertsch juga mendapat telepon bahwa dokter telah memberikan sepasang paru-paru baru untuk putranya. Allard akhirnya menerima transplantasi keesokan harinya.
Pada 5 Januari 2024, dia tidak lagi membutuhkan alat bantu hidup. Allard masih menggunakan ventilator di ICU. Namun, dia bisa naik dan turun dari tempat tidur dengan bantuan dan berjalan sekitar lima kaki dengan alat bantu jalan.
“Para perawat menyebutnya sebagai legenda dan keajaiban. Dia semakin kuat setiap hari dan berharap dia akan segera dipindahkan ke rehabilitasi,” kata Foertsch.
Hurlburt mengatakan cucunya masih perlu belajar kembali cara berbicara, namun dia mampu berkomunikasi.
“Dia berterima kasih kepada perawat atas semua bantuannya. Dia hanya berkata, ‘Terima kasih telah bekerja keras menyelamatkan saya.’ Dia anak yang manis,” katanya.
Hurlburt mengatakan Allard perlu menghabiskan sekitar enam bulan di Minneapolis agar dokter dapat memantau perkembangannya dan memastikan dia menoleransi transplantasi. Namun keluarganya mengharapkan pemulihan penuh.
"Dia akan mendapatkan hidupnya kembali. Kami akan mendapatkan Jackson kami kembali,” kata Hurlburt.
Hubungan vaping dengan penyakit paru-paru
Para ilmuwan masih belum sepenuhnya memahami hubungan antara vaping dan penyakit paru-paru, sehingga belum diketahui pasti apakah vaping menjadi pemicu dalam kasus Allard. Meski begitu, beberapa penelitian menunjukkan, bahwa penggunaan rokok elektrik dapat membuat orang lebih rentan terhadap infeksi saluran pernafasan.
Direktur medis Program Transplantasi Paru-Paru Rumah Sakit Umum Massachusetts, Brian Keller mengatakan penelitian yang melibatkan hewan dan sel manusia menunjukkan bahwa penggunaan rokok elektrik dapat merusak pembuluh darah dan sel-sel yang melapisi paru-paru.
Namun para ilmuwan masih mencoba mempersempit senyawa mana dalam rokok elektrik yang paling buruk bagi kesehatan manusia.
“Sebenarnya ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kerusakan. Ini termasuk nikotin itu sendiri, tetapi juga pembakaran cairan pembawa seperti propilen glikol atau gliserol, serta penyedap rasa yang banyak orang tambahkan ke perangkat vaping mereka,” kata Keller.
Sebagai informasi, transplantasi paru-paru relatif jarang terjadi, dan bahkan lebih jarang terjadi pada orang yang berusia di bawah 50 tahun. Dari 2.569 transplantasi paru-paru yang dilakukan di AS pada 2021, hanya 440 yang dilakukan pada penerima berusia 18 hingga 49 tahun.
Sebagian besar cedera paru-paru terkait vaping tidak memerlukan transplantasi, tetapi pasien biasanya memerlukan beberapa jenis bantuan pernapasan seperti oksigen tambahan atau ventilasi mekanis.
“Saya hanya dapat menemukan beberapa laporan tentang pasien yang memerlukan transplantasi paru-paru setelah menggunakan vaping,” kata Keller.
Seorang anak laki-laki berusia 17 tahun di Michigan yang menerima transplantasi pada 2019 diyakini sebagai kasus pertama. Tahun lalu, seorang pria berusia 34 tahun di Missouri juga menerima transplantasi paru-paru ganda setelah mengalami infeksi paru-paru yang mengancam jiwa dan kebal terhadap antibiotik.
Pria tersebut memiliki riwayat merokok dan juga vaping selama sembilan tahun. Sekitar 54 persen dari mereka yang menerima transplantasi paru-paru bertahan setidaknya lima tahun setelah operasi.
(Leonardus Selwyn)