SUKU Korowai dikenal sebagai masyarakat nomaden yang banyak tinggal di pedalaman Papua Selatan dan Papua Pegunungan. Mereka banyak tinggal di rumah pohon atau rumah tinggi. Orang Korowai membangun rumah tingginya bahkan sampai 50 meter dari tanah. Apa alasannya?
Populasi warga Korowau diperkirakan sekitar 3.000 orang. Suku Korowai sempat sangat tertutup dan konon mempraktikkan kanibalisme atau makan daging manusia. Tapi, dalam tiga dasawarsa terakhir mulai berinteraksi dengan dunia luar.
Rumah-rumah warga suku Korowai banyak dibuat di pohon atau tingginya bahkan bisa sampai 50 meter. Tujuannya untuk menghindari serangan binatang buas dan untuk melindungi diri dari roh jahat yang dipercaya bersembunyi di kanopi hutan.
BACA JUGA:
Mereka percaya ada iblis bernama Laleo yang berjalan seperti mayat hidup di malam hari. Warga Korowai sangat takut dengan serangan Laleo sehingga membangun rumah tinggi agar tak bisa dijangkau oleh makhluk mistis itu.
Suku Korowai mulai dikenal dunia sejak 1978. Para ilmuwan kala itu pernah membuat penelitian terkait suku Korowai dan menyimpulkan saat itu mereka hampir tidak memiliki kontak dengan dunia luar. Pada 1978 hingga 1990-an, masyarakat Suku Korowai dikabarkan masih tinggal di hilir sungai.
Dalam kesehariannya, suku Korowai mengkonsumsi hasil alam seperti sagu, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan di dalam hutan. Mereka juga kerap mengkonsumsi hewan buruan dan ulat yang ditemui hutan.
Konon dulunya suku Korowai juga mempraktikkan kanibalisme. Tapi memakan daging manusia hanya dilakukan ketika ada seorang khakhua atau penyihir yang ditangkap.
BACA JUGA:
Khakhua dipercaya sebagai penyebab orang-orang suku Korowai meninggal dunia secara misterius.
Dalam kontes ini orang-orang Korowai yang masih terisolasi dari dunia luar tidak memahami apa itu mikroba dan kuman yang mungkin bisa menjadi penyebab kematian seseorang. Sehingga mereka menganggap hal ini karena ulah khakhua.
Khakhua yang dianggap bersalah akan dibunuh dan dimakan oleh Suku Korowai. Mereka menganggap jika khakhua adalah orang yang sudah mati namun menjelma menjadi seorang laki-laki. Sehingga membunuh dan memakan dagingnya dianggap sebagai sistem keadilan terbaik.
(Salman Mardira)