OKTOBER terdapat 31 hari dalam satu bulan. Setiap harinya akan ada momen penting, meski itu bukan hari besar seperti libur nasional.
Salah satunya yang terjadi pada 23 Oktober, di mana akan ada peringatan seperti Hari Jadi Kota Pontianak. Tentu ini sangat berarti bagi masyarakat di sana.
Selain itu, ada dua momen lagi yang terjadi pada 23 Oktober ini. Apa saja itu? Berikut penjelasannya
Hari Macan Tutul Salju Internasional
Hari Macan Tutul Salju Internasional dirayakan setiap tanggal 23 Oktober sejak 2014. Peringatan tersebut diprakarsai oleh negara-negara di mana macan tutul salju dapat ditemukan seperti Uzbekistan, Tajikistan, Rusia, Pakistan, Mongolia, Kirgistan, Kazakhstan, India, Cina, Bhutan, dan Afganistan.
Pada tanggal 23 Oktober 2013, negara-negara tersebut menandatangani Deklarasi Bishkek tentang konservasi macan tutul salju pada Forum Macan Tutul Salju Global yang pertama di ibu kota Kirgistan, Bishkek. Tujuan utama peringatan hari tersebut adalah untuk menunjukkan pentingnya konservasi macan tutul salju dan meningkatkan kesadaran tentang perlindungan hewan tersebut.
Festival Chung Yeng
Melansir dari situs National Today, Festival Chung Yeung juga disebut Double Ninth karena jatuh pada hari kesembilan bulan kesembilan lunar. Dalam bahasa Kanton, ‘chung yeung’ berarti ‘sembilan ganda’. Festival ini diyakini sebagai hari keberuntungan. Selain itu, di sana juga dikenal legenda Chung Yeung yang berkisah tentang seorang pria bernama Huan Jing.
Sementara itu di keluarga, festival ini dirayakan dengan piknik dan menerbangkan layang-layang. Mereka percaya bahwa ketika layang-layang terbang, nasib buruk pun akan hilang. Ciri khas perayaan ini yaitu adanya Kue Chung Yeung di setiap rumah. Kue ini terbuat dari tepung beras, gula, dan hiasan lainnya seperti kenari dan buah-buahan juga dinikmati.
Hari Jadi Kota Pontianak
Kota Pontianak adalah ibu kota Provinsi Kalimantan Barat yang terletak di persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak.
Kota ini memiliki sejarah panjang yang dimulai dari kedatangan Syarif Abdurrahman Alkadrie yang mencari kediaman baru pada tahun 1771 Masehi. Syarif Abdurrahman Alkadrie kemudian membuka sebuah hutan di persimpangan tiga sungai, yaitu Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas. Di sana ia mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal.
(Endang Oktaviyanti)