Sementara dari segi penciptaan, Dennice dan sang adik semakin paham pentingnya berani bergaya beda, dan membentuk selera pasar lewat tawaran ide-ide baru.
“Juga menciptakan statement busana yang menjadikan DNA koleksi kami semakin tegas,” kata Dennice.
Selama peragaan busana, para model memamerkan 32 set busana. Koleksinya tampak menonjolkan perpaduan unsur feminin-maskulin yang selaras.
“Busana siap pakai itu musti ringkas, ringan dan effortless. Padu padannya harus smart dab tidak merumitkan. Wanita menjadi lebih cantik di mata saya ketika dia tampil gaya,” kata Susan.
Kali ini mereka menyuarakan tiga inspirasi untuk acuan kampanye koleksi mereka, yaitu Freedom, Creativity dan Individuality. Hal ini tercetus dari pengalaman Dennice dan Florine mendapatkan masukan dan bersinergi dengan Susan Budihardjo.
Koleksi Sidik Jari kali ini, tetap didominasi warna hitam. Namun warna lainnya seperti merah, juga mendapat porsi yang membuat koleksi busananya semakin menarik.
Begitu juga dengan model busananya yang mengedepankan konsep padu padan yang pas. Selembar celana panjang longgar, bisa saja dipadukan dengan blazer berpotongan tinggi (crop top). Termasuk memadankan blazer oversized dengan celana komprang berpipa besar, dipermanis selembar rok semacam apron yang bisa dipasang dan dilepas.
Banyak apresiasi diberikan kepada Susan Budihardjo lantaran menerima tawaran berkolaborasi dengan anak muda.
“Lakukan sesuatu yang terbaik, senior yunior kolaborasi. Indonesia maju,” kata desainer aksesori Yongki Kolamadi.
Sementara itu, desainer Rudy Chandra menambahkan, “Ini sudah pas di tangan desainer senior, Susan Budihardjo. Bagaimana yang muda-muda ini, tetap berkarya lebih baik lagi. Meningkatkan mutu dan produk, termasuk price. Kalau semuanya sudah oke, pasti fashion Indonesia semakin maju.”
(Tuty Ocktaviany)