DIRGAHAYU Republik Indonesia ke-78 yang diperingati pada 17 Agustus 2023. Ketua Umum PB IDI, DR Dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT menjelaskan, tema tahun ini yakni Terus Melaju Untuk Indonesia Maju, tidak hanya merefleksikan semangat bangsa indonesia tetapi juga mengajak seluruh komponen bangsa untuk berkolaborasi dan bersinergi untuk kemajuan. Negara yang kuat didukung oleh rakyat yang sehat.
"IDI dan seluruh dokter Indonesia selalu siap untuk bersatu dan mengabdi untuk rakyat indonesia,” ujarnya.

Dalam HUT RI ke-78 tahun ini, terang dia, PB IDI juga mengenang perjuangan para dokter Indonesia di zaman perjuangan kemerdekaan RI, salah satunya adalah Letkol Dr RM Soebandi yang dikenal sebagai dokter tentara dan kini namanya diabadikan menjadi nama sebuah Rumah Sakit di kota Jember, Jawa Timur.
DR Dr Moh. Isman Jusuf, SpN dari Bidang Kajian Sejarah dan Kepahlawanan Dokter PB IDI menjelaskan, banyak peran dan kontribusi para dokter dalam perjuangan kemerdekaan RI. Karena Kemerdekaan RI itu diperjuangkan melalui berbagai cara, baik di medan perang, meja perundingan, maupun seni dan budaya. "Peran Letkol Dr RM Soebandhi tidak hanya di medan perang, tetapi juga tidak melupakan tugas dasar seorang dokter yaitu merawat pasien dan prajurit yang terluka dan sakit.”
Sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasanya dalam perang kemerdekaan RI, nama Letkol Dr RM Soebandhi diabadikan menjadi nama Rumah Sakit Daerah Jember, nama jalan, serta nama perguruan tinggi di Jember.
Untuk mengenang 70 tahun gugurnya Letkol. dr. Soebandi, 9 Pebruari 2019 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Jember meluncurkan buku biografi berjudul Letkol dr. RM. Soebandi : Jejak Kapahlawanan Dokter Pejuang yang ditulis oleh Gandhi Wasono M dan Priyo Suwarno.
Biografi yang berisi kisah perjuangan dokter yang gugur penuh heroik di usia 32 tahun kemudian oleh TVRI Jatim diangkat menjadi film dokumenter dengan judul Jalan Sunyi dr. Soebandi dan disiarkan TVRI Nasional pada 13 Mei 2022.
Film dokumenter tersebut sekaligus terpilih sebagai film dokumenter terbaik TVRI Nasional dan mendapat penghargaan piala “Gatra Kencana”.
Pada bulan Juni lalu, Universitas dr. Soebandi (UDS) Jember mendirikan Museum Letkol. dr. RM, Soebandi termasuk patung logam setengah badan. Museum yang berisi barang-barang peninggalan letkol Dr RM Soebandhi agar perjuangan beliau terus lestari dan menjadi inspirasi generasi mendatang.
Biografi Singkat Letkol Dr RM Soebandi
Letkol dr. R.M., Soebandi, lahir pada 17 Agustus 1917 di Klakah, Lumajang adalah anak sulung pasangan R. Soeradi Wignjosoekarto, kepala masinis stasiun Klakah, dengan RA. Siti Mariam. Soebandi menamatkan sekolah Hollandsche Indlandsche School (HIS) di Lumajang. Karena dari keluarga ningrat oleh pemerintah kolonial diperbolehkan melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Probolinggo dan lulus tahun 1935. Selanjutnya Soebandi melanjutkan ke Aglemeene Middlebare School (AMS) di Surabaya lulus tahun 1938.
Untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang dokter, Soebandi melanjutkan sekolah di Nederlandsche Indische Artsen School (NIAS) Surabaya, sekolah kedokteran yang menjadi cikal bakal berdirinya Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Soebandi yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata atas dukungan orangtuannya ingin menjadi dokter yang di masa itu adalah sebuah profesi langka karena semata-mata ingin membantu agar masyarakat mendapat layanan kesehatan yang layak.
Pada saat kuliah di NIAS inilah Soebandi menemukan pujaan hatinya bernama Rr. Soekesi yang kemudian menikah pada tahun 1944.
Tahun 1942 ketika Jepang masuk ke Indonesia kuliah Soebandi yang hampir lulus sempat terhenti. Jepang yang berhasil mengalahkan Hindia Belanda setelah memenangi perang Asia Timur Raya membubarkan semua lembaga pendidikan bentukan kolonial Belanda termasuk NIAS. Soebandi sempat frustasi karena khawatir mimpinya menjadi dokter pupus.
Harapannya kembali muncul ketika awal tahun 1943 Jepang membuka sekolah tinggi kedokteran Ika Daigaku di Jakarta, menggantikan STOVIA yang dibubarkan. Soebandi bergegas ke Jakarta melanjutkan kuliahnya hingga akhirnya pada 12 November 1943 dinyatakan lulus sebagai dokter.
BACA JUGA:
Selama berada di Jakarta, jiwa nasionalisme Soebandi bangkit. Ia tinggal di asrama mahasiswa Ika Daigaku di Jl. Prapatan 10, yang menjadi tempat para aktivis kemerdekaan berkumpul.
Mahasiswa yang menamakan dirinya Masyarakat Prapatan 10 menganut ideologi “Reine Jurgend Ideologie,” atau ideologi tanpa pamrih yang anti kezaliman, perongrongan, dan anti menginjak-injak hak asasi rakyat. Mahasiswa Prapatan 10 ini salah satu kelompok yang aktif mendorong Soekarno-Hatta segera membacakan teks proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
BACA JUGA:
Selepas lulus dokter, Soebandi, kembali ke Jawa Timur dan langsung terjun di dunia militer dengan mengikuti pendidikan tentara PETA dan lulus sebagai Eise Shodanco atau Perwira Kesehatan Batalyon dan di tempatkan di Lumajang, setahun kemudian pangkatnya naik menjadi Eise Chudanco, menjabat sebagai Kepala kesehatan seluruh Batalyon PETA di Karesidenan Malang.