KAIN batik dari senja hingga subuh koleksi desainer Helen Dewi Kirana yang ditampilkan di atas panggung Jakarta Fashion and Food Festival (JF3) membawa misi lingkungan melalui produk-produk yang ditampilkan.
Helen menyadari tren busana berbeda di waktu pagi dan malam memiliki dampak agak kurang baik bagi lingkungan karena menghasilkan pencemaran tekstil yang tidak sedikit, dari pewarna, kain, dan lain-lain.
"Makanya tema 'from dusk till dawn' kami sebenarnya ingin menunjukkan bahwa barang yang sama bisa kami pakai terus untuk gaya kasual sampai ke pesta pernikahan dan party yang lain pun bisa," kata Helen dalam keterangannya, Rabu, (19/7/2023).
Helen melalui koleksinya di JF3 ke-12 ini berusaha menunjukkan tidak ada yang salah dengan penggunaan berulang produk berbahan pakaian yang sama.
Dan kain batik dipilih dalam pertunjukan malam itu, karena selain menonjolkan produk warisan budaya Indonesia, Helen juga ingin menunjukkan bahwa kain buatan tangan (handmade) ini dapat dipadu-padankan dengan gaya busana kasual, tak harus formal.
Adapun target pemakai kain batik koleksi senja hingga subuh dari Nes by HDK (Helen Dewi Kirana) memiliki rentang usia 20 sampai 30 tahun. Meski umumnya penyuka kain batik di Indonesia berusia di atas 30 tahun.
"Kami mencoba membuat tren, bukan mengikuti tren. Misinya harus lingkungan. Pilarnya empat, education, environment, women empowerment, dan children empowerment," kata Helen.
Teknik pembuatan busana koleksi NES by HDK antara lain pengikatan (tie-dye) asal Jepang yang disebut shibori dan pewarnaan khas nusantara salah satunya 'piring selampad'.
Pada tahun 2023 menjadi pertama kalinya JF3 digelar di luar Jakarta. JF3 di Serpong berlangsung lebih dulu dari 17-19 Juli, sedangkan di Kelapa Gading nanti berlangsung 21-26 Juli melibatkan total 59 desainer terkemuka.
Dengan mengusung tema Gaya Lokal Lebih Vokal JF3 berkomitmen mendukung industri tanah air dengan memberikan dampak positif dan nilai ekonomi yang lebih besar bagi seluruh pelaku mode yang terlibat.
(Helmi Ade Saputra)