BAGI Anda yang pernah menyeberang ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi atau sebaliknya, pasti banyak yang belum sadar, bahwa kapal biasanya akan melewati jalur samping untuk melewati selat Bali.
Padahal, jika diamati, Pelabuhan Ketapang dan Pelabuhan Gilimanuk memiliki jarak yang cukup dekat. Dalam artian, kapal sebenarnya bisa menyebrang laut lebih cepat dengan melewati jalur yang lurus.
Lantas, kenapa ya kapal memilih jarak yang lebih jauh dengan melewati jalur samping menuju Pelabuhan Gilimanuk dari Pelabuhan Ketapang atau sebaliknya?

Pelabuhan Ketapang (Foto: Instagram/@fingka_putra)
Ternyata, ada beberapa alasan mengapa para nakhoda kapal tidak mengambil jalur lurus untuk bisa sampai ke Pelabuhan Gilimanuk dari Pelabuhan Ketapang atau sebaliknya. Tentunya, bukan karena ingin mengajakmu berkelana menyusuri Selat Bali ya!
Alasan pertama adalah soal arus laut. Seperti diketahui, Selat Bali terkenal dengan arus lautnya yang cukup kencang.
Nah, dalam hal ini awak kapal kerap memertimbangkan hal ini untuk kelancaran dan keselamatan penyeberangan.
Pasalnya, meski harus menempuh jarak yang lebih jauh dengan jalur samping, bahan bakar kapal dinilai lebih awet karena tidak akan melawan arus.
Sementara, jika kapal melewati jalur lurus, kapal akan melawan arus laut yang selain tidak aman untuk penyeberangan, tentu akan membuat bahan bakar jadi lebih boros.
Faktor kedua yakni karena topografi bawah laut. Sebagai besar, kapal penyeberangan dari Pelabuhan Ketapang menuju Pelabuhan Gilimanuk atau sebaliknya tidak mengambil jalur lurus karena adanya karakteristik perairan di Selat Bali berupa palungan yang cukup berbahaya jika dilewati.
Palung sendiri merupakan cekungan di dasar laut yang sangat dalam dan menjorok ke dalam seperti jurang.
Meski memiliki karakteristik permukaan yang datar, namun, palungan memiliki arus bawah laut yang sangat kuat.
Hal inilah yang membuat banyak nakhoda kapal lebih memilih jalur samping untuk menghindari palung laut untuk menghindari arus bawah laut yang sangat kuat dan bisa berdampak pada keselamatan penumpang.
Faktor terakhir yang perlu diingat adalah karena padatnya transportasi laut di Selat Bali, sehingga membuat para nakhoda kapal harus bisa berbagi ruang dengan berbagai jenis kapal yang melintas agar tidak menimbulkan kemacetan. Mulai dari kapal kargo, kapal wisata, hingga kapal feri.
(Rizka Diputra)