MENTERI Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menanggapi viralnya kasus turis asal Australia yang mengaku didenda AUD1.500 atau Rp15,2 juta di Bali karena paspornya kotor.
Wanita bernama Monique Sutherland mengaku sudah menandatangani formulis biru saat check-in di konter Batik Air di Bandara Tullamarine di Melbourne karena paspornya yang berusia tujuh tahun sedikit kotor.
Masalahnya ketika berhadapan dengan Imigrasi di Bali, dia diminta bayar Rp15,2 juta untuk diberi izin tinggal.
BACA JUGA:
Sandiaga meminta agar pihak Ditjen Imigrasi dan Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali agar menyelidikinya lebih lanjut kasus tersebut.
"Padahal sebetulnya ada penjelasan yang bisa kita sampaikan, dan harus kita lakukan penyelidikan," kata Sandiaga dalam Weekly Brief With Sandi Uno di Gedung Sapta Pesona Kemenparekraf, Jakarta, Selasa (11/07/2023).
BACA JUGA:
Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Bagus Pemayun mengatakan pihaknya sedang menelusuri kasus tersebut, dan berkomunikasi dengan berbagai pihak guna mengetahui kebenarannya.
"Update terakhir kami dalam penyelidikan, mulai dari CCTV di Bandara (I Gusti Ngurah Rai) apakah real-nya wisman dari Australia ini benar, atau ada oknum," ujarnya.
Kasus dialami turis Monuque Sutherland sempat disorot media terkemuka di luar negeri seperti Daily Mail. Dalam laporannya, media yang berbasis di Inggris tersebut mengulas pengakuan Sutherland yang diminta bayar Rp15, 2 juta oleh petugas Imigrasi di Bali agar tidak dideportasi dari Pulau Dewata.
"Ditanya apakah saya sendirian dan apakah saya seorang traveler biasa? (yang sebenarnya bukan). Lalu kami dibawa ke ruang interogasi kecil," kata Sutherland kepada 7News.

Menurut Sutherland, ia diinterogasi oleh sejumlah orang selama 1 jam. Bahkan beberapa petugas mengatakan, bahwa ia terancam dideportasi atas kelalaiannya tersebut yakni paspornya yang kotor.
Petugas kemudian menawarkan solusi kepadanya untuk membayar AUD1.500 atau Rp15,2 juta agar diizinkan tinggal di Bali.
Sutherland menolak membayar uang diminta petugas di Bali, karena merasa paspornya tidak masalah di negaranya dan masih bisa digunakan.
(Salman Mardira)