INI cerita kopi autentik Indonesia. Kopi kualitas premium. Bercitarasa unik, alamiah dan berkadar asam rendah. Salah satu kopi ternikmat dan termahal di dunia.
Salah satunya dari habitat musang luwak liar di hutan lindung lereng Gunung Sumbing, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Para petani sengaja menanam kopi arabika dan robusta di tengah hutan pinus untuk dimakan luwak. Hewan ini pintar memilih. Mereka hanya memakan biji yang matang dan manis.
Pencernaan dan proses fermentasi di tubuh musang menghasilkan biji-biji kopi mentah atau green beans yang tak lagi berdaging dan berlendir.
Kadar asamnya jadi rendah. Setiap pagi para petani di lereng Gunung Sumbing mengumpulkan, merendam, mencuci green beans tadi kemudian menjemurnya.
Pawon Luwak Coffee, sebuah kedai kopi skala usaha kecil menengah (UKM) di Dusun Brojonalan, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, memprosesnya lebih lanjut secara tradisional.
Pawon Luwak Coffee (MPI/Armydian Kurniawan)
“Green beans kopi luwak tadi kemudian disortir, ditumbuk, dijemur lagi lalu disangrai dan digiling hingga siap seduh,” tutur Prana Aji, pemilik Pawon Luwak Coffee.
Kami berbincang menjelang senja saat hujan sambil menikmati kopi luwak panas di beranda belakang kedai yang bangunannya didominasi tembok bata dan kayu jati.
Saya selalu menghirup dulu dalam-dalam aroma pekat khas kopi luwak dari cangkir yang masih berasap sebelum menyeruput kopinya. Nikmat sekali.
Prana Aji mendirikan Pawon Luwak Coffee pada akhir 2013. Merek dagangnya sudah dipatenkan. Pawon diambil dari nama Candi Pawon yang lokasinya di seberang kedai.
Dalam bahasa Jawa, pawon artinya dapur. Ini ada filosofinya. Pawon Luwak Coffee sangat membuka urusan dapur mereka kepada pengunjung. Cerita tentang proses pengolahan kopi luwak hingga siap disajikan.
Melihat musang luwak (MPI/Armydian Kurniawan)
Di teras depan kedai terdapat sejumlah tampah penuh dengan biji kopi yang dijemur. Pegawai kedai menjelaskan proses penjemuran hingga pencucian. Masuk ke bagian dalam, ada proses sangrai hingga penggilingan.
Di kebun kecil di depan beranda tempat kami berbincang, ada beberapa kandang luwak. Pengunjung bisa bermain dengan luwak-luwak jinak di sana. Setelah itu barulah kita memesan kopi dan menikmatinya sambil duduk-duduk santai.
Tak jarang Prana Aji turun langsung mengisahkan sejarah kopi luwak di Indonesia kepada pengunjung sebagai bentuk edukasi.
“Jadi di sini ada ceritanya. Tidak sekadar minum kopi. Cerita tentang kopi berkualitas tinggi produk asli Indonesia. Itu sebuah nilai,” kata pria yang gemar mengenakan udeng atau ikat kepala khas daerah Borobudur ini.
Di pagi hari, kedai ini ramai oleh wisatawan yang baru turun dari Punthuk Setumbu. Setelah menikmati momen matahari terbit, mereka ngopi ke Pawon Luwak Coffee. Menjelang siang dan sore, wisatawan yang baru pulang dari kawasan Candi Borobudur banyak pula yang datang.
Beberapa pesohor pernah singgah di sini. Dari dalam negeri maupun mancanegara. Pejabat pun ada. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno beberapa kali. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono juga.
Secangkir kopi arabika dibanderol Rp25 ribu sedangkan kopi robusta Rp20 ribu. Pengunjung juga dapat membeli bubuk atau biji kopi dalam kemasan untuk dibawa pulang. Kedai milik Prana Aji tidak melayani pembelian online. Dia juga tidak membuka cabang.
Kedai ini buka pukul 07.30 WIB dan tutup pukul 17.30 WIB. Prana Aji tidak mau tempatnya disebut kafe. “Ini home industry,” katanya. Hanya tempat bercengkrama yang sederhana di kawasan Borobudur. Penuh nilai tradisi.
(Salman Mardira)