Bahan kritis lainnya, menurut Heryani, terletak pada gula, yang pada proses pembuatannya bisa menggunakan arang aktif dari tulang hewan. Terkadang, dalam proses pembuatannya, gula menggunakan bahan penolong resin penukar ion, sehingga harus dipastikan resin tidak menggunakan gelatin dari hewan haram.
"Hal lainnya yang juga kritis adalah penggunaan perisa (flavour), yang mengandung bahan turunan dari lemak, baik dari hewan maupun nabati," katanya.
Sekadar informasi, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa produk minuman hasil fermentasi yang mengandung alkohol atau etanol kurang dari 0,5 persen hukumnya halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan bahan haram dan apabila secara medis tidak membahayakan.
(Martin Bagya Kertiyasa)