BANTEN merupakan provinsi paling barat Pulau Jawa. Dimekarjan dari Jawa Barat pada 17 Oktober 2000, Banten total memiliki 4 kabupaten dan 4 kota. Rinciannya Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak. Kemudian Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Cilegon, dan Kota Serang
Tangerang adalah kota terbesar di Banten. Nama Tangerang bahkan lebih familiar dibanding Serang yang jadi pusat pemerintahan sekaligus Ibu Kota Banten.
Berikut perbedaan Banten dan Tangerang :
Sejarah
Provinsi Banten terbentuk lewat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Sebelum Indonesia merdeka, Banten sudah terkenal sebagai kota pelabuhan yang ramai dan dikenal dengan nama Bantam.
Temuan prasasti Cidanghiyang pada tahun 1947, diketahui bahwa rakyat sangat mengagungkan keberanian Raja Purnawarman yang memimpin Kerajaan Tarumanegara. Namun, setelah serangan yang dilakukan oleh Kerajaan Sriwijaya, kekuasaan dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda.
Menurut seorang penjelajah Portugis, Tom Pires, Bantam menjadi salah satu pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda.
Banten juga memiliki akar sejarah yang panjang dari Kesultanan Banten. Sebelum menjadi sebuah Kesultanan mandiri, Banten merupakan wilayah Kesultanan Demak.
Sementara sejarah Tangerang sendiri memiliki kaitan erat dengan VOC. Asal-usul penamaan Tangerang berasal dari tugu setinggi 2,5 meter yang didirikan Pangeran Soegiri, putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten, pada tahun 1654 Masehi.
Tugu tersebut berfungsi sebagai penanda dan pembatas antara Kesultanan Banten dengan daerah kekuasan VOC di sebelah timur. Atas dasar fungsinya tersebut, masyarakat sekitar menyebut tugu itu dengan “Tetengger” atau “Tangeran” yang berarti penanda.
Pada 17 April 1684, Belanda menjadi penguasa di wilayah “Tangeran” setelah penandatanganan perjanjian antara VOC dengan Kesultanan Banten.
Selama kepenguasaannya, Belanda merekrut warga pribumi, di antaranya ada yang berasal dari Madura dan Makassar untuk ditempatkan di wilayah benteng.
Tentara VOC yang berasal dari Makassar tidak mengenal huruf mati, dan terbiasa menyebut “Tangeran” dengan “Tangerang”. Kesalahan ejaan dan dialek inilah yang menjadi asal penyebutan nama Tangerang.