Tiket pesawat mahal
Longgarnya aturan perjalanan membuat pariwisata kembali bergairah. Maskapai penerbangan memanfaatkan momentum ini dengan menaikkan harga tiket pesawat.
Kementerian Perhubungan mengizinkan maskapai menaikkan tarif hingga 15% dari batas atas untuk pesawat jenis jet dan 25% dari tarif batas atas untuk pesawat udara jenis propeller atau baling-baling. Hal ini dikeluhkan traveler dan pelaku wisata.
Pengamat bisnis penerbangan Gatot Raharjo menyorot sikap pemerintah yang dianggap tak berdaya menghadapi pihak maskapai selaku operator penerbangan.
"Ini apa-apaan ya? Ini bukti kalau pemerintah regulator dalam hal ini Kementerian Perhubungan kalah dengan operator terutama yang swasta," katanya kepada kepada MNC Portal.
Menurut Gatot, pemerintah seharusnya mengatur, mengawasi dan mengendalikan bisnis penerbangan, bukan menghimbau maskapai penerbangan untuk menetapkan harga tiket angkutan udara lebih terjangkau.
“Harusnya pemerintah bisa membuat aturan yang dapat menyeimbangkan bisnis penerbangan dan mengurangi monopoli baik secara de facto dan de jure," kata Gatot.
"Kalau sudah monopoli, susah untuk mengatur, dan itu terbukti adanya himbauan ini. Padahal harusnya cukup dilakukan pengaturan, pengawasan dan pengendalian yang baik," tambahnya.
Pesawat masih jadi transportasi pilihan traveler untuk liburan jarak jauh seperti antar pulau, provinsi bahkan luar negeri. Dengan mahalnya tiket pesawat, maka pengeluaran wisatawan otomatis membengkak.
"Untuk teman-teman (wisatawan) yang ekonominya pas-pasan, kasihan," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Anton Sumarli.
Anton mencontohkan ketika wisatawan liburan ke Labuan Bajo, NTT di tengah mahalnya tiket pesawat. Maka harus mengeluarkan uang sampai Rp5 juta untuk transportasi saja. Belum biaya lain-lain.