KENAPA Kota Surakarta di Jawa Tengah lazim disebut Solo? Bahkan banyak orang lebih familiar dengan Solo. Ternyata ini ada sejarahnya.
Surakarta punya riwayat panjang. Dulu, pernah jadi pusat Kerajaan Mataram hingga Kerajaan Surakarta. Kemudian pernah juga jadi daerah istimewa di era awal kemerdekaan Indonesia.
Surakarta pernah dipimpin oleh Joko Widodo alias Jokowi selama 2 periode, sebelum jadi Presiden. Kini, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang pegang kemudi kepemimpinan.
Surakarta yang luas wilayahnya 44,04 kilometer persegi merupakan kota terbesar ketiga di pulau Jawa bagian selatan setelah Bandung dan Malang. Jumlah penduduk Surakarta menurut sensus 2020 mencapai 522.364 jiwa.
Nama resmi kota ini sejak dulu memang Surakarta. Tapi, sebutan familiarnya Solo.
Padahal Solo merupakan nama sebuah wilayah di Surakarta yaitu ‘Desa Sala’, kawasan berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo.
Sebenarnya kata ‘Solo’ diambil dari nama sebuah tanaman yang sejak dahulu dipercaya banyak tumbuh subur memenuhi wilayah ini yaitu ‘Sala’. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian mendalam terhadap satu buah pohon di halaman Keraton Surakarta sekarang.
Namun penyebutannya ‘Solo’ muncul sejak para kolonial Eropa memasuki daerah ini. Pengucapan kata Solo untuk menyebut Sala berlanjut terus-menerus hingga sekarang.
Adapun menurut buku “Kenangan Emas 50 Tahun Surakarta” nama Surakarta muncul di desa Sala berawal dari peristiwa “Bedhal Keraton”, yaitu perpindahan Keraton Kartasura yang dirusak oleh pemberontak Cina.
Masuknya Keraton Surakarta di desa Sala terjadi pada 17 Februari 1745, di mana sekaligus menjadi lahirnya Kota Sala sebagai pusat Kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang baru.
Untuk itu Raja Sri Susuhunan Paku Buwana II menyampaikan bahwa mulai hari itu nama dan status desa Sala diubah menjadi ibu kota kerajaan dengan nama Kota Surakarta Hadiningrat.
Hingga kini kedua nama kota di atas menandai sebuah sejarah alih kuasa dari satu pemimpin wilayah tersebut terhadap penguasa baru. Bahkan sampai sekarang terdapat perbedaan yang mencolok dalam penggunaan keduanya.
Jika Solo merupakan sebutan bagi sebuah desa berdasarkan ciri khasnya, maka Surakarta menjadi nama Keraton yang pada tahun 1670 menguasai wilayah tersebut. Keduanya memiliki periodik sejarah yang berbeda.
(Salman Mardira)