Tiket tersebut telah dipesan oleh ayahnya Charlie, Andrew Read, dan masalah codeshare telah diberi tahu sejak awal, tetapi agen itu mengatakan akan baik-baik saja dan tiket tersebut dikirim melalui formulir dan faktur untuk biaya tanpa pendampingan.
“Tiket tersebut memperlihatkan penerbangan maskapai Qantas ke Bangkok, jadi kami tidak berpikir bahwa akan ada masalah,” kata Mooney.
Ketika sudah jelas bahwa Charlie tidak akan diizinkan ikut dalam penerbangan tanpa pendamping dengan usia yang masih di bawah umur, dan dijaga oleh staf penerbangan, orangtuanya akhirnya mendiskusikan untuk mengikutkannya dalam penerbangan sebagai orang dewasa.
“Tiketnya adalah tarif dewasa, jadi kami mendiskusikannya untuk penerbangan sendirian. Dia memiliki ponsel dan perangkatnya, jadi kami bisa memantaunya sepanjang perjalanan,” jelas Mooney.

“Tapi, mereka juga tidak akan mengizinkannya. Dalam situs mereka, dikatakan usia 12-15 tahun bisa bepergian sendiri, selama mereka bisa diidentifikasi sebagai remaja, jadi mereka sangat bingung,” tambahnya.
Lucunya, staf maskapai tidak percaya bahwa Charlie berusia 12 tahun, meskipun paspornya ada di tangan mereka.
“Saya merasa mereka hanya ingin kami pergi. Saya telah mencoba mencari solusi, dan mereka hanya ingin mencari masalah. Saya telah melakukan semua pekerjaan dan mereka tidak melakukan apa-apa.”
Charlie pun kembali ke Kerikeri dengan ibunya. Semenjak itu, Read telah menghabiskan sekitar Rp44 juta untuk memesan tiket penerbangan alternatif dengan maskapai Malaysian Airlines.