Seorang turis dari kawasan Asia yang datang ke Besakih bersama istrinya, selang satu bulan setelah ritual itu, mengemukakan pentingnya pemerintah daerah setempat memperbaiki pengelolaan retribusi di Pura Besakih.
Bagi sejumlah wisatawan, pura terbesar di Asia Tenggara tersebut merupakan salah satu taksu Pulau Dewata.
Selain perbaikan manajemen retribusi, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun meminta pengelola daya tarik wisata (DTW) di berbagai kabupaten dan kota di Pulau Dewata, tetap patuh menerapkan protokol kesehatan (prokes), di antaranya menggunakan scan barcode aplikasi PeduliLindungi untuk skrining pengunjung yang datang, meskipun kasus Covid-19 sudah melandai.
Penggunaan PeduliLindungi tak saja untuk kepentingan pelacakan pengunjung ketika ada kasus positif Covid-19, tetapi juga penting untuk mengukur daya dukung DTW.
Melalui penggunaan PeduliLindungi, pengelola DTW dapat mengetahui waktu puncak kunjungan wisatawan, sehingga mereka bisa menyiapkan petugas dan pelayanan yang optimal.
(Foto: Ist)
Selain itu, pihaknya mendorong pengelola DTW dan manajemen hotel, agar tetap disiplin menerapkan protokol CHSE atau Cleanliness (kebersihan), Health (kesehatan), Safety (keamanan), dan Environment Sustainability (kelestarian lingkungan) yang sertifikatnya sudah dikantongi.
Dengan demikian, wisatawan bisa merasa aman dan nyaman saat berwisata ke Bali. Apalagi sekarang orang asing yang datang ke Bali pasti menanyakan tentang sertifikat CHSE itu.
Jadi, bangsa besar yang mewarisi karya indah dari peradaban masa lalu, seperti Pura Besakih itu, juga perlu berkreasi untuk pengelolaan pariwisata yang nyaman bagi wisatawan.
Tentunya, sekaligus mewujudkan manajemen tradisi yang 'basuki' untuk pura yang menjadi cikal bakal Hindu Dharma di Bali itu.
(Rizka Diputra)