Pengelola Hutan Pelawan selain menyiapkan paket wisata berkunjung ke Hutan Pelawan, juga menyiapkan paket menu makanan lengkap yang di dalamnya disertai sayur jamur pelawan (kulat pelawan dalam bahasa Bangka).
Satu paket (satu dulang dalam bahasa Bangka) dibanderol Rp150 ribu hingga Rp400 ribu, dengan beragam menu makan yang disertai nasi dari beras merah khas lokal.
Benteng hewan endemik
Penggagas dan pengelola kawasan wisata Hutan Pelawan, Zaiwan mengatakan bahwa kawasan hutan seluas 300 hektare itu merupakan benteng terakhir sebagai tempat berlindung dan bertahan beragam hewan endemik.
Zaiwan yang saat itu (pada 2008) menjabat sebagai Kepala Desa Namang menolak keras kawasan Hutan Pelawan dijadikan areal penambangan bijih timah yang menjadi IUP perusahaan peleburan bijih timah di daerah itu.
Zaiwan yang merupakan tokoh masyarakat Desa Namang melihat Hutan Pelawan satu-satunya kawasan penyangga desa sebagai bentuk pelestarian lingkungan di tengah ancaman eksplorasi pertambangan bijih timah yang cukup marak.
"Gagasan saya untuk melestarikan Hutan Pelawan dan bahkan sempat melakukan penghijauan di lahan kritis dianggap sangat gila, namun saya tetap yakin dalam jangka panjang akan menuai hasil," katanya.
Zaiwan mampu membuktikan itu, pada 2008 dirinya mulai melindungi dan memagari Hutan Pelawan dari kerusakan lingkungan dan hasilnya mulai terlihat tiga tahun kemudian.
Hutan Pelawan menjadi kawasan asri, bahkan sebagian mampu disulap menjadi kawasan wisata alam yang saat ini menjadi satu dari destinasi wisata unggulan di Bangka Tengah.
Bahkan pada 2017, Hutan Pelawan ditetapkan statusnya sebagai Taman Keanekaragaman Hayati karena sudah menjadi habitat hewan dan tumbuhan langka serta menjadi kawasan edukasi.