Pada kesempatan tersebut, Marko juga menceritakan perjalanan karirnya yang tidak selalu mulus untuk menjadi seorang insinyur Boeing seperti saat ini.
“Ekonomi kan lagi susah, di tahun 2009. Jadi saya banyak melamar pekerjaan (di AS). Selama 6 bulan saya kira-kira, setiap minggu mungkin apply 100 pekerjaan,” tutur Marko.
Marko mengaku baru mendapat tawaran pekerjaan di Boeing ketika ia tengah bekerja di perusahaan produksi jendela di Dallas, Amerika Serikat.
“Saya juga udah lupa pernah wawancara sama Boeing. Sama pernah apply ke Boeing. Jadi, setelah pikir-pikir sedikit, saya dan Vida, istri saya, memutuskan untuk ambil kerjaan di Boeing dan pindah ke daerah Seattle, Washington.”
Space Launch System bukan satu-satunya proyek yang pernah dikerjakan oleh Marko. Insinyur asal Indonesia itu pun pernah terlibat dalam proyek pesawat komersial 787 dan 777 di Seattle dan Italia, sebelum akhirnya menggarap roket untuk NASA di New Orleans.
(Dewi Kurniasari)