Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Awas, Obat Painkiller Bisa Berbahaya bagi Penderita Nyeri Kronis

Leonardus Selwyn Kangsaputra , Jurnalis-Rabu, 05 Agustus 2020 |14:01 WIB
Awas, Obat Painkiller Bisa Berbahaya bagi Penderita Nyeri Kronis
Ilustrasi (Foto : Medicaldaily)
A
A
A

Obat penghilang rasa sakit atau Painkiller seperti parasetamol, ibuprofen, dan aspirin mungkin dapat lebih berbahaya bagi orang penderita nyeri kronis. Hal ini diketahui setelah Institut Nasional untuk Kesehatan dan Perawatan Excellence (Nice) mendesak para dokter untuk tidak meresepkan obat untuk orang dengan nyeri kronis.

Nice mengatakan obat tersebut biasa digunakan untuk membuat perbedaan bagi kesehatan pasien, kualitas hidup, rasa sakit atau tekanan psikologis. Namun, pedoman baru Nice mengatakan ada bukti bahwa mereka dapat menyebabkan kerusakan seperti kecanduan.

Nyeri atau sakit kronis adalah suatu kondisi yang tidak dapat dijelaskan dengan diagnosis lain atau sebagai gejala dari kondisi yang mendasarinya. Kondisi dapat menyebabkan depresi dan cacat dengan rasa sakit yang dirasakan di otot dan tulang, atau bahkan di seluruh tubuh.

Nice mengatakan sekira sepertiga dari populasi manusia mungkin terkena sakit kronis. Sementara itu, hampir setengah dari orang dengan kondisi ini memiliki diagnosis depresi dan dua pertiga sisanya tidak dapat bekerja karena kondisi tersebut.

Draf pedoman mengatakan bahwa parasetamol, obat-obatan seperti aspirin dan ibuprofen, benzodiazepine atau opioid tidak boleh diberikan kepada mereka. Pasalnya tidak ada bukti yang menyebutkan bahwa obat-obatan tersebut dapat membantu mereka.

Obat

Konsultan Psikiater di Dorset HealthCare, NHS University Foundation Trust, dr. Nick Kosky mengatakan bahwa dokter sering merasa sulit untuk mengelola kondisi tersebut. Ia mengatakan ada ketidakcocokan antara harapan pasien dan pengobatan yang dapat menyebabkan ketegangan.

Dia mengatakan kondisi ini dapat menyebabkan dokter meresepkan obat yang tidak efektif atau berpotensi berbahaya bagi pasien.

"Ketidakcocokan antara harapan pasien dan hasil pengobatan dapat memengaruhi hubungan antara profesional kesehatan dan pasien. Konsekuensi yang mungkin terjadi adalah pemberian resep obat yang tidak efektif tetapi berbahaya,” terang dr. Kosky, melansir dari The Sun, Rabu (5/8/2020).

Baca Juga : 6 Fakta Kelahiran Cucu Keempat Jokowi yang Perlu Kamu Tahu

Dengan menumbuhkan pemahaman yang lebih jelas tentang bukti efektivitas perawatan sakit kronis, maka akan membantu meningkatkan kepercayaan diri para profesional kesehatan dalam percakapan mereka dengan pasien.

"Dengan melakukan hal itu akan membantu mereka mengelola harapan pasien mereka dengan lebih baik,” lanjutnya.

Rancangan pedoman yang sedang dianalisis hingga 14 Agustus 2020 merekomendasikan bahwa beberapa antidepresan dapat dipertimbangkan untuk orang dengan nyeri primer kronis.

Dokter Kosky juga mengatakan bahwa obat antiepilepsi termasuk gabapentinoid, anestesi lokal, ketamin, kortikosteroid dan antipsikotik tidak boleh ditawarkan kepada penderita.

Pedoman tersebut lagi-lagi mengatakan bahwa hanya sedikit atau tidak ada bukti yang berfungsi dan dapat menyebabkan kerusakan. Panduan menyarankan agar dokter menjelaskan risiko lanjutan kepada setiap pasien yang sudah rutin menggunakan obat penghilang rasa sakit.

Nyeri

Direktur Pusat Pedoman di Nice, Paul Chrisp mengatakan kondisi ini mendesak dokter untuk mengembangkan rencana perawatan yang unik dengan pasien nyeri kronis dan mengembangkan hubungan kolaboratif dan suportif.

“Ketika banyak perawatan tidak efektif atau tidak ditoleransi dengan baik, penting untuk mendapatkan pemahaman tentang bagaimana rasa sakit mempengaruhi kehidupan seseorang dan orang-orang di sekitarnya,” ujar Chrisp.

Ia menjelaskan bahwa mengetahui apa yang penting untuk orang tersebut adalah langkah pertama dalam mengembangkan rencana perawatan yang efektif.

"Yang penting draf pedoman juga mengakui perlunya penelitian lebih lanjut di berbagai pilihan pengobatan yang mungkin mencerminkan kurangnya bukti di bidang ini. Selain itu kebutuhan untuk memberikan pilihan lebih lanjut juga diperlukan untuk orang dengan kondisi tersebut,” tuntasnya.

(Helmi Ade Saputra)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement