TANAMAN sukun tumbuh di seluruh bagian Asia Tenggara, Indo Pasifik, Karibia, Afrika dan lebih dari 80 negara. Di Indonesia sendiri, buah ini dikenal dengan beragam nama. Di Jawa dan Aceh disebut disebut sukun. Di Batak dikenal sebagai hatopul, orang Nias mengenalnya dengan suku, atau pulur bagi orang Sasak, sampai hukun bagi orang Maluku. Buah ini memang memiliki banyak nama. Orang Eropa menyebut buah sukun sebagai ’buah roti”.
Sebutan ”buah roti” ini tidak berlebihan karena buah ini tidak berbiji dan memiliki bagian bertepung yang jika dimasak menyerupai roti. Ada cerita panjang mengenai buah dengan nama ilmiah Artocarpus Altilis ini.
Dilansir dari solopos, Selasa (14/4/2020), konon buah sukun inilah yang mampu membawa moyang-moyang pelaut Kepulauan Nusantara bisa mencapai Kepulauan Pasifik hingga Pasifik Selatan. Di Hawai, buah sukun dikenal dengan nama Ulu, Uru, atau Kuru. Sukun adalah makanan pokok orang-orang Samoa, Fiji, Tonga, dan Micronesia.
Leluhur buah ini berasal dari Kepulauan Nusantara, tepatnya di Kepulauan Filipina, Kepulauan Maluku, dan Papua. Migrasi suku-suku Austronesia di sekitar 2.000 tahun sebelum Masehi membuatnya berkembang jauh hingga Kepulauan Pasifik.
“Sampainya buah sukun ke Pulau Jawa diperkirakan pada masa Kerajaan Majapahit, yang didatangkan dari Maluku sebagai komoditas perdagangan,” tulis laman indonesia.go.id
Buah ini menjadi salah satu komoditas menarik sejak dulu. Buah ini dicari orang Inggris sampai ke Tahiti dalam pelayaran legendaris HMS Bounty pada 1987, pimpinan Captain William Bligh, saat memburu para pembangkang.
Sedianya bibit Sukun inilah yang ingin dikembangkan oleh Kerajaan Inggris untuk menjadi makanan pokok bagi budak-budak yang mereka punya di Hindia Barat.
Captain James Cook, penemu Selandia Baru adalah orang yang kali pertama menyebutkan adanya buah ketika menjadi makanan pokok penduduk Kepulauan Pasifik Selatan. Budi daya buah sukun ini diyakini digunakan Inggris untuk koloni mereka di Karibia. Misalnya pada 1789, ribuan bibit sukun yang didapat dari Tahiti dipaketkan ke Karibia dalam kapal HMS Bounty.
Pada saat itu, misi utama Bligh adalah memburu pembangkang, namun pada 1793 dia kembali membawa bibit-bibit Sukun berikutnya yang sukses dikembangkan di kawasan kepulauan Amerika Tengah.
Meski ”roti buah” ini jadi makanan pokok di beberapa wilayah, namun belum diterima sebagai pengganti makanan pokok seperti kentang atau beras yang biasa dimakan. Padahal urusan kandungan gizi, buah sukun sebenarnya tidak kalah dengan bahan pokok lainnya.
Sementara, orang-orang di Pasifik Selatan membuat fermentasi kelebihan panen sukun dengan memendamnya ke dalam tanah. Hasil fermentasinya berubah menjadi pasta mirip keju yang awet, bergizi, dan dapat dibuat menjadi kue-kue panggang. Mirip dengan fermentasi tape singkong yang populer di Jawa.
Peneliti dari Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Bogor, Yati Supriati, dalam kajian berjudul Sukun sebagai Sumber Pangan Alternatif Substitusi Beras menyatakan karbohidrat yang terkandung dalam 100 gram tepung sukun setara dengan 100 gram beras.
Buah sukun bisa menjadi makanan masa depan untuk menggantikan beras. Yati menyatakan ada beragam jensi buah sukun di Indonesia. Misalnya buah sukun di Lampung berbentuk lonjong, sedangkan di Yogyakarta berbentuk bulat.
Lantas bagaimana peluang buah sukun menjadi makanan masa depan pengganti beras? Dia menyatakan kebutuhan beras di Indonesia setiap tahunnya bisa mencapai 30 juta ton. Apabila 10 persen dari kebutuhan beras di Indonesia diganti tepung sukun maka dibutuhkan 3 juta ton tepung sukun.
Produksi sebanyak itu memerlukan 27,8 juta tanaman sukun. Pohon sukun biasanya panen pada Januari dan Februari yang produksinya lebih tinggi dibandingkan dengan panen musim kedua pada bulan Agustus dan September. Satu pohon bisa menghasilkan sampai 900 buah per tahunnya.