PROGRAM pemberian vaksin HPV telah digencarkan pemerintah sejak lama. Target sasarannya tentu mengacu pada semua perempuan, khususnya pada kalangan anak-anak.
Vaksin HPV diberikan untuk perempuan dan laki-laki usia 9 sampai 45 tahun. Pada usia 9 sampai 13 tahun, vaksin hanya diberikan dalam dua dosis, lebih sedikit ketimbang pada usia 14 tahun ke atas, yang diberikan dalam tiga dosis.
Program vaksinasi HPV di Indonesia menyasar siswi kelas 5 SD/sederajat untuk dosis pertama. Selanjutnya, dosis kedua diberikan setahun kemudian, saat mereka duduk di kelas 6 SD/sederajat.
Sayangnya, program pemberian vaksin HPV itu seolah dilupakan begitu saja. Padahal, pemberian vaksin HPV wajib dilakukan setiap November secara rutin.

Pendiri Koalisi Indonesia Cegah Kanker Serviks (KICKS), Prof Andrijono, SpOG mengkritik program tersebut yang tidak rutin dilakukan. Sehingga, program percontohan vaksinasi HPV tahun ini justru berada di ujung tanduk.
“Vaksinasi HPV anak sekolah harusnya dilakukan bulan November. Tapi hingga saat ini pertengahan Desember, belum juga ada tanda akan segera dilaksanakan" tutur Prof Andrijono.
Akibatnya, tambah dia, ada sekira 120.000 anak perempuan terancam tidak mendapat vaksinasi HPV lanjutan. Di DKI Jakarta, program percontohan vaksin HPV sudah dilakukan sejak 2016. Kemudian menyusul beberapa daerah lain pada 2018, seperti Yogyakarta (Kabupaten Bantul dan Kulon Progo), Surabaya, Makassar, dan Manado.
Menurut WHO, vaksinasi HPV dua dosis diberikan untuk anak perempuan usia 9 sampai 13 tahun, merupakan salah satu intervensi yang kategori intervensi ‘best buys’ yang cost effective. Jarak antara vaksinasi HPV pada usia 9 sampai 13 tahun yakni 6 sampai 12 bulan.
“Jarak dosis vaksin kedua maksimal diberikan satu tahun setelah dosis pertama,” terang Prof Andrijono.
Prof Andrijono menyebut, belum dapat dipastikan apa dampaknya bila dosis kedua diberikan setelah lewat satu tahun dari dosis pertama. Dalam waktu dekat akan dilakukan kajian ilmiah dan dicarikan upaya, yang bisa dilakukan agar program vaksinasi HPV bisa kembali berjalan.

Ketua Umum CISC (Cancer Information and Support Group) Aryanthi Baramuli menambahkan, program percontohan vaksinasi HPV tersebut berjalan lancar sejak 2016. Cakupan targetnya mencapai lebih dari 90 persen.
"Baru kali ini terlambat, karena ada masalah dalam hal ketersediaan vaksin HPV. Hingga saat ini, vaksinnya masih belum tersedia untuk program," ucap Aryanthi.
Menurutnya, pemerintah harus lebih mementingkan masa depan putri bangsa. Caranya yakni segera menyediakan vaksin HPV untuk siswi SD, supaya program bagus ini bisa segera dilanjutkan.
Ditengarai, faktor pemicu keterlambatan pemberian vaksin tersebut karena adanya pergantian kabinet pemerintahan. Padahal, dasar hukum pengadaan vaksin HPV sudah ada, yakni Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah No. 11/2018.
“Semoga pemerintah segera melaksanakan program ini di bulan Desember, agar di kemudian hari kasus kanker serviks bisa turun, dan biaya BPJS Kesehatan juga lebih rendah,” bebernya.
Aryanthi khawatir bila ada keterlambatan pemberian dosis kedua, proteksi vaksin jadi kurang efektif. Sehingga kanker serviks dapat saja terjadi bila ada faktor risikonya.
"Saya khawatir bila anak kelas 5 SD yang tahun lalu sudah mendapat suntikan dosis pertama, tapi hingga saat ini belum mendapat dosis kedua, proteksi vaksin jadi kurang efektif,” ungkap Aryanthi.
Vaksin HPV adalah pencegahan primer untuk kanker yang juga dikenal dengan nama kanker leher rahim, kanker pembunuh perempuan nomor dua di Indonesia. Vaksinasi HPV di usia dini bukan sekedar ekonomis, tapi juga memberi proteksi lebih baik. Karena antibodi yang terbentuk lebih optimal, dibandingkan bila vaksin diberikan pada usia yang lebih dewasa.
Berbagai studi menemukan, program vaksinasi pada gadis remaja efektif menekan angka kanker serviks. Vaksin HPV yang digunakan dalam program dapat melindungi dari empat tipe HPV (tipe 6, 11, 16, dan 18).
Vaksin HPV juga terbukti aman dan efektif, serta telah mendapat sertifikat Halal dari IFANCA (Islamic Food and Nutrition Council of America). Sertifikat halal yang dikeluarkan oleh IFANCA telah diakui oleh LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia).
"Bila program vaksinasi HPV terhambat sekarang, tujuan untuk proteksi terhadap kanker serviks bisa tidak tercapai. Di samping itu, anggaran negara yang sudah dikeluarkan tentu menjadi sia-sia,” pungkas Aryanthi.
(Martin Bagya Kertiyasa)